Thursday, September 13, 2007

Marhaban Ya.. Ramadhan


jika hidup adalah sebuah pertempuran,
Maka kemenangan adalah harapan setiap orang.
Jika debu-debu dan kerikil-kerikil kekhilafan adalah sesuatu yang akan menghalangi kesucian ramadhan
Maka obatnya adalah saling berbalas memaafkan
Marhaban ya.. Ramadhan
Mohon maaf lahir dan batin
semoga kita dipertemukan dalam keberkahan ramadhan

Friday, August 31, 2007

Doa Jodoh

Seandainya telah engkau catatkan
Dia milikku tercipta buatku
Satukanlah hatinya dengan hatiku
Titipkanlah kebahagian antara kami
Agar kemesraan itu abadi

Dan Ya Allah Ya Tuhanku yang Maha Mengasihi
Seiringkanlah kami melayari hidup ini
Ketepian yang sejahtera dan abadi

Tetapi Ya Allah
Seandainya telah engkau takdirkan
Dia bukan milikku
Bawalah ia jauh dari pandanganku
Luputkanlah ia dari ingatanku
Dan peliharalah aku dari kekecewaan

Serta Ya Allah Ya Tuhanku yang Maha Mengerti
Berikanlah aku kekuatan
Melontar bayangannya jauh ke dada langit
Hilang bersama senja nan merah
Agarku bisa bahagia
Walaupun tanpa bersama dengannya

Dan Ya Allah Yang Tercinta
Gantikanlah yang telah hilang
Tumbuhkanlah kembali yang telah patah
Walaupun tidak sama dengan dirinya

Ya Allah Ya Tuhanku
Pasrahkanlah aku dengan takdirmu
Sesungguhnya apa yang telah
Engkau takdirkanAdalah yang terbaik buatku
Kerana Engkau Maha Mengetahui
Segala yang terbaik buat hambaMu ini

Ya Allah
Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku
Di dunia dan di akhirat
Dengarlah rintihan dari hambaMu yang daif ini
Jangan Engkau biarkan aku sendirian
Di dunia ini mahupun di akhirat
Menjuruskan aku kearah kemaksiatan dan kemungkaran

Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yg beriman
Supaya aku dan dia sama-sama dapat membina
kesejahteraan hidup
Ke jalan yang Engkau redhai
Dan kurniakanlah padaku keturunan yang soleh
Amien
source : http://www.planetmusic.4t.com/

Nb. untuk seseorang, bilakah masa itu segera datang

Saturday, July 21, 2007

Teruntuk Sahabat


Selembar kebahagiaan melayang
Lalu mendarat di pinggir malam
Dan menjelma puisi
Tentang dua anak manusia, Tuhan dan cinta
Secercah fajar menebar sasmita
Pagi pun tersenyum
Hari pun bernyanyi
(Nurfahmi T. El-Shaab, Tentang pernikahan)
Untuk sahabatku :
Abdul Fatah dan Murti Ayu Wijayanti
yang telah menggenapkan separuh dien-nya pada hari Jum'at, 20 Juli 2007
"Baarakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khair"

Sunday, July 8, 2007

“Kecewa….wajar !! Tdk sesuai harapan…mgkn terjadi ?!? Tp d wilayah inilah semua ego-individu harus luruh dalam kebijakan jama’i. Siapapun dia. Karna smua bermuara pada kepentingan ummat, skali lagi ummat. Bukan individu, bkn kelompok atw kepentingan sesaat. Kita hrs yakin bahwa kejayaan milik islam. Tp momentum kemenangan adalah rahasiaNya, kapankah ?!?!? Mgkn bkn thn ini, mgkn bkn thn depan atau bahkan melampawi batas usia keberadaan kita dalam civitas akademika. Realita bkn t4 kt mengeluh, kekecewaan bkn pula ruang mencari ‘kambing hitam’, tetapi d sanalah sarat tambang hikmah yg bernilai berlian. Jln perjuangan msh panjang. Bth stok kesabaran dan keberanian utk berbuat. Bth stok support dan tggung jawab. Bth stok semangat dan pengorbanan. Bth stok tsiqoh dan husnudhzan yg pada akhirnya mengingatkan kita bahwa kekuatan bkn terletak pada individu tp menggumpal pd kolektivitas jama’i. “tangan Allah di atas jama’ah”-Abdullah bin mas’ud-“
Sesaat layar Hp saya menyala, berbunyi beep dua kali. Berturut-turut sebanyak 6 papan. Sederetan pesan di atas saya baca satu persatu. Sederetan pesan dari seorang saudara seperjuangan. Pesan penguatan dari seorang amir kepada jundi dan jundiyahnya. Seperti yang dia katakan, sarat akan hikmah yang bernilai berlian.
Hari ini adalah hari kedua perjuangan itu. Namun, apa yang menurut kita baik belum tentu baik pula menurut Dia, Penggenggam jiwa-jiwa manusia. PadaNya letak seluruh pilihan yang terbaik. Manusia hanya bisa merencanakan, berharap, berusaha, namun tetap Allah jua yang akan memberikan pilihan terbaik itu. Begitulah yang terjadi. Kemenangan itu memang belum saatnya kami raih. Entah kapan. Seperti sms yang saya baca, apakah satu tahun atau dua tahun lagi? Atau bahkan melampaui batas usia civitas akademika, kita tidak tahu itu. Kemenangan hanyalah rahasia Allah. Kemenangan akan sebuah cahaya kebenaran.
Tahukah anda tentang kisah-kisah Rasulullah saw bersama para sahabat dan sahabiyahnya di saat perjuangan dahulu? Kisah yang menceritakan kepada kita bahwa walaupun para sahabat dan sahabiyah memiliki keputusan sendiri, pandangan sendiri, namun tetap keputusan jama’ah muslimin adalah keputusan yang harus dilaksanakan. Seperti layaknya ketika kaum muhajirin hendak hijrah ke Madinah, banyak para sahabat yang ingin menemani Rasulullah saw, namun keputusan itu diambil Rasulullah saw dengan bijak, siapa saja yang akan membantu beliau dalam peristiwa hijrah tersebut. Begitu juga kisah-kisah lainnya, ketika Rasulullah saw menunjuk seorang sahabat yang masih sangat muda belia untuk menjadi panglima perang, sementara masih banyak sahabat lainnya yang lebih faham dan berpengalaman dalam memimpin peperangan. Namun begitulah adanya sebuah jama’ah, keputusan jama’i menjadi sebuah keputusan yang harus diterima setelah ego individu kita bermain di sana.
Ketika sebuah keputusan yang diambil secara kolektif, maka apapun ego individu yang ada pada diri kita, semuanya luruh hanya dalam bingkai jama’i. Itulah substansi dari amal jama’i sesungguhnya. Seluruh ruang gerak kita hanyalah untuk kepentingan ummat, bukan individu atau bahkan kelompok. Sungguh, ketika hanya kepentingan umat yang kita fikirkan, maka keputusan jama’i itu menjadi sebuah penggerak yang hanya bisa dijalankan oleh orang-orang yang ikhlas dan rela berkorban. Walau terkadang terbersit dalam benak kita kekecewaan yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, namun itulah hakikat dari sebuah keputusan majelis. Diterima dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat.
Ya, kemenangan itu memang belum saatnya diraih, mungkin Allah masih ingin menguji kesabaran dan keteguhan kita dalam menjalani risalah dakwah ini. Mungkin Allah masih menyeleksi orang-orang yang mampu bertahan untuk kemudian menjadi orang-orang terpilih dalam makarNya. Karena Allah adalah sebaik-baik pembuat makar. Atau bisa jadi, Allah punya rahasia lain untuk fakultas teknik nantinya, rahasia yang kita tidak tahu apa itu.
Dalam hidup ini, kita butuh kekuatan hati yang berlapis-lapis. Seorang ustadz Muhammad Qutb berkata bahwa kita harus memiliki berlapis-lapis stok sifat kebaikan. Stok kesabaran, lapang dada, husnudzhan, ikhlas, dan sebagainya. Jika lapis pertama kesabaran tembus, maka masih ada lapis kedua, jika lapis kedua tembus, maka masih ada stok kesabaran lapis ketiga. Namun jika stok kesabaran terakhir sudah tembus, maka kita keluarkan lapis pertama stok keikhlasan, demikianlah seterusnya, tanpa habis-habis. Karena pada intinya hidup ini adalah sebuah perjuangan. Kalau kata seorang saudara yang lain lagi, hidup kita ini adalah sebuah perjuangan tiada henti, jangan pernah menyerah, sampai kelelahan lelah mengejar kita. Subhanallah.
(Dari seorang saudara seperjuangan)
NB : Untuk saudara-saudaraku, ikhwan dan akhwat di Kampus IAIN “SMH” Banten. Bersabarlah dan yakinlah bahwa sesungguhnya kemenangan dan kejayaan itu hanyalah milik islam. Allahuakbar!!!

Friday, May 18, 2007

Surat Cinta Untuk Saudaraku

“Ukhuwah adalah degup penuh makna yang mengalir indah bersama aliran darah, berawankan ketsiqohan yang tiap tetesannya mampu menelusup jernih menembus karang prasangka dalam hati yang puncaknya berbuah keitstaran.”

Kepada Ikhwah Fillah yang kukasihi dan dikasihi Allah
Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Saudaraku…..ijinkan diri ini mambuka surat ini dengan permohonan maaf. Permohonan maaf kepada antum semua yang telah setia menemani berjuang di medan da’wah ini. Afwan pada ikhwah fillah semua atas semua kelalaian dan kesalahan yang ternyata telah mengurangi timbangan hak dalam menjalin ukhuwah dengan antum. Yang ternyata secara sadar telah mendzolimi antum, telah melukai antum, bahkan telah membuat antum menangis.

Saudaraku….
Marilah kita ingat sejenak. Ketika diri bersitegang dengan antum dalam majelis da’wah. Ketika diri acuh dalam pertemuan selintas. Ketika tanpa sadar keluar ucapan kasar dengan serapah. Ketika ada ganjalan yang menghujam kalbu. Ketika tiris dan hambar senyum terkembang. Ketika mengingkari antum dalam da’wah. Ketika secara sadar nilai maknawi telah ternodai.
Maafkanlah saudaramu ini. …. Ketika perasaan benar menguasai diri. Ketika merasakan kehadiran diri paling berarti. Ketika interaksi hanya sekedar basa-basi. Ketika diri merasa paling meramal. Ketika tangismu tak mampu kedekap. Ketika penderitaanmu hanya lewat sebagai berita.

Maafkan atas kesadaran yang terlambat. Menyadarai bahwa ada sebagian hak antum yang telah tersita. Maafkan atas kekerasan hati dan kelemahan jiwa karena kurangnya pengetahuan diri, karena keringnya ruhani, karena minimnya lapang dada. Maafkan atas ambisi yang besar dan perasaan mau menang sendiri. Maafkanlah atas empati yang tipis untuk mnegrti dan mengutamakan antum.

Ikhwatul iman….
Sekali lagi kesadaran ini baru kembali. Betapa akhuwah adalah pilar da’wah yang besar. Betapa ukhuwah adalah keutamaan. Batapa ukhuwah adalah warisan kemuliaan yang akan memuliakan siapa saja yang tergabung didalamnya. Betapa ukhuwah mampu meringankan beban kerja dan mampu menyemai makna dalam usia. Bahkan Rasulullah telah menetapkan ukhuwah sebagai salah satu manhaj da’wah.

Saudaraku…….
Sekali lagi kesadarn ini baru kembali. Antum adalah harta terbesar dalam hidup ini. Dengan senyum ikhlas antum, dengan kesabaran antum, dengan lapang dada antum, dengan semua perhatian antum, dengan jeweran-jeweran yang antum berikan saat diri ini mulai keluar dari haluan, bahkan dengan kemarahan dan sikap keras antum, semuanya adalah penguat tapak kaki dalam menempuh perjalanan da’wah yang penuh onak dan duri ini. Kini semua itu baru tersadari.

Saudaraku….
Hari ini tolong ingatkan diri ini akan pemahaman lama yang baru tersegarkan. Sesungguhnya sifat persaudaraan yang telah kita jalin, meletakkan kehormatan dan izzah seorang muslim sebagai kewajiban yang harus dipenuhi hak-haknya oleh saudaranya.

Maafkan diri ini yang telah menggugurkan kehormatan dan meluruhkan kemuliaan antum. Semoga rasa maaf antum mampu mengganti murka Allah. Menjadi air yang akan memadamkan gejolak api neraka, dan pelapang atas sempitnya hati yang merasa bersalah. Semoga rasa maaf antum menjadi penebus, prasyarat untuk menjadi pilihan Allah dalan jalan da’wah. Semoga dengan itu kemuliaan dan keutamaan senantiasa dianugerahkan Allah untuk kita semuanya.

Sekali lagi maafkan segala khilaf yang mewarnai setiap interaksi ukhuwah kita.Ya ikhwah….. da’wah yang kita bawa ini adalah da’wah yang tegak atas nama cinta. Da’wah yang tegak karena hati kita dihubungkan oleh cinta kepada Allah Rabbul ‘Alamiin. Da’wah yang ditegakkan dengan persaudaraan karena Allah, karena kita telah berjumpa dan berpisah karena Allah. Dan da’wah ini akan menjadi begitu kuat bila dipersatukan oleh aqidah yang dilekatkan dengan cinta.

Ya Allah…. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya pada-Mu. Bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam da’wah di jalan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syari’at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah…. Abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya, dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tidak akan pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman fan keindahan bertawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifah kepad-Mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amiin.Ikhwah fillah…… ana uhibbukum fillah.

Wassalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
(sumber : majalah Al-Izzah, edisinya lupa)

Saturday, April 21, 2007

Ikrar Suci




Sabtu, 21 April 2007


Hari ini dua orang sahabat telah menggenapkan separuh dien-Nya. Berucap ikrar suci bersaksikan karunia Allah yang tiada berbilang. Kini Lengkap sudah, saat kupu-kupu menemukan bunga indah mewangi. Belahan jiwa telah siap menemani dalam suka maupun duka.


Untuk sahabatku :


M. Faiz Arrachman dan Hodijah

Baarakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fi khairin.






Monday, April 16, 2007

Damai di atas Masalah

Oleh : M. Afzan

Hampir sebulan ini aku telah kehilangan banyak waktu untuk membaca. Kebiasaan yang sudah aku dawam-kan sejak beberapa bulan yang lalu seakan telah mencapai titik jenuhnya. Bukan karena malas yang mulai datang, tetapi waktu seakan tidak memberiku kesempatan untuk sekedar duduk tenang sambil memegang buku. Ah, malangya hari-hariku yang hanya berkutat dengan pekerjaan yang setiap hari tidak pernah habis. Sekedar membaca saja menjadi pekerjaan yang berat karena fisik dan pikiran terkuras dan menjadi penat.

Sejak kemarin waktu mengizinkanku menggenggam buku meski hanya sebentar. Hari ini aku pun memulainya saat hari menjelang petang. Bukan buku yang istimewa, karena temanya sudah biasa untukku. Tetapi aku tetap berharap ada informasi baru yang akan didapatkan.

Pada halaman 44-46 aku menghentikan gerak mataku. Tulisan pada tiga halaman tersebut membuatku merenung dan mengingat kembali banyak kejadian dalam hidupku. Pada halaman 45-46, sang penulis mengutip sebuah tulisan pada majalah intisari.

Pada suatu hari, seorang raja di sebuah kerajaan menyelenggarakan sayembara melukis dengan hadiah yang besar. Maka segenap pelukis negeri itupun berlomba-lomba mengikuti sayembara tersebut. Untuk memudahkan, sang raja membentuk satu kepanitiaan, yang bertugas menyeleksi dua buah lukisan yang terbaik untuk diserahkan kepada raja. Dimana rajalah yang kemudian menentukan pemenangnya.

Maka terpilihlah 2 buah lukisan. Lukisan itupun dipajang di alun-alun, sehingga warga bisa menikmatinya dengan leluasa. Lukisan pertama, sebuah lukisan pemandangan alam. Terdapat gunung dengan pucuk-pucuk pohon yang indah, memayungi sebuah danau biru yang sejuk. Langit tampak cerah, dan bergerombol burung tengah terbang di angkasa. Sebuah nuansa damai yang ideal.

Adapun lukisan kedua, adalah sebuah lukisan badai. Hujan turun sangat deras, membuat tanahyang gersang terkikis menjadi banjir bandang yang dahsyat. Sebuah sungai meluap, air terjunnya memunceratkan air yang melewati debit maksimumnya. Sementara di langit peir menyambar-nyambar.

Seluruh warga yang menyaksikan hal tersebut sudah memastikan, bahwa lukisan pertamalah yang bakal memenangi sayembara tersebut. Ternyata dugaan mereka salah. Pemenangnya adalah lukisan kedua.

“Perhatikan lukisan itu!” Kata Sang Raja. “Di tengah badai, ternyata ada sebuah sarang burung yang terdapat di bawah air terjun. Di sarang tersebut, ada seekor induk yang tengah memberi anak-anaknya dengan penuh cinta kasih.”

Itulah damai yang sesungguhnya. Ketika kita berhasil menciptakan sesuatu yang membahagiakan di tengah kemelut yang menimpa kita.

Beberapa bulan yang lalu, di daerahku mengadakan Pilkada Gubernur. Aku ikut membantu tim pemenangan salah satu pasangan calon menjadi bagian kesekretariatan sekaligus merangkap pemegang kas. Lelahnya bukan hanya dalam hitungan hari tetapi hampir sampai enam bulan. sejak masa persiapan hingga pasca pemilihan. Selama waktu itu, aku harus berinteraksi dengan berbagai macam tipe orang, setiap hari dari pagi hingga tengah malam tidak henti orang datang. Meski sebagian dari mereka datang dengan tujuan tidak jelas. Belum lagi menghadapi para anggota tim sendiri yang berbeda-beda pola kerja. Benar-benar sangat melelahkan.

Tekanan-tekanan menghadapi berbagai macam tipe orang membuatku stres hingga sekitar lima hari aku menghilang dan pergi ketempat seorang teman. Selama menjadi bagian tim, aku melihat ada orang yang masih bisa tertawa senang seolah tidak merasakan tekanan sedangkan aku dan beberapa orang lainnya untuk tersenyum saja menjadi sesuatu yang sulit. Pernah satu hari saking tertekannya, aku meninggalkan pekerjaan dan membiarkannya berantakan. Hari itu aku ngambek seharian.

Kini semua itu sudah selesai, sejak semuanya berakhir aku mulai merenungi kembali kejadian-kejadian saat masa pilkada kemarin. Betapa saat itu aku sering bersifat kekanak-kanakan dan meninggalkan amanah yang dibebankan. Teringat perkataan orang bijak, “Problem make we wise.” Masalah membuat kita bijak. Perkataan bijak ini tidak salah, jika masalah yang kita hadapi coba kita cari solusinya dan diselesaikan dengan baik, bukan malah ditinggalkan.

Tidak ada masalah yang akan mendewasakan kita ketika disikapi dengan kekanak-kanakan atau bahkan lari darinya. Semakin kita berlari menghindari masalah sesungguhnya kita telah menambah jumlah masalah. Lari atau tidak, masalah pasti akan terus ada dan mengikuti gerak langkah kita. Cara satu-satunya mengurangi bebannya adalah dengan melawannya sampai Allah yang akan menentukan takdir-Nya. Dan akhirnya bersiaplah mendapatkan kedamaian dari setiap masalah yang kita temukan. Wallahu a’lam.

Semoga jalan keluar terbuka, Semoga kita bisa mengobati jiwa kita dengan do’a. Janganlah kau berputus asa manakala kecemasan yang menggenggam jiwa menimpa. Saat paling dekat dengan jalan keluar adalah ketika telah terbentur pada putus asa.” (Seorang sahabat).

Serang, 16 April 2007
Untuk seorang sahabat; Terima kasih atas taushiyah-taushiyahmu selama ini.

Monday, March 26, 2007

DOA SEORANG LELAKI UNTUK WANITA PUJAANNYA


Aku berdoa untuk seorang wanita , yang akan menjadi bagian dari hidupku

Seorang wanita yang sungguh mencintai-Mu lebih dari segala sesuatu.

Seorang wanita yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau

seorang wanita yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk-Mu.
Seorang wanita yang mempunyai hati sungguh mencintai dan haus akan Engkau
dan memiliki keinginan untuk mentauladani sifat-sifat Agung-Mu.

Seorang wanita yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup,
sehingga hidupnya tidaklah sia-sia
seorang wanita yang mempunyai hati yang bijak bukan hanya sekedar otak yang cerdas.
Seorang wanita yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormatiku

seorang wanita yang tidak hanya memujaku
tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah
seorang wanita yang mencintaiku bukan karena lahiriahku tetapi karena hatiku.
Seorang wanita yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi

seorang wanita yang dapat membuatku merasa sebagai seorang laki-laki ketika di sebelahnya.
Seorang wanita yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya
seorang wanita yang membutuhkan do'aku untuk kehidupannya

seorang wanita yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya
seorang wanita yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.
Dan aku juga meminta
Buatlah aku menjadi seorang laki-laki yang dapat membuat seorang wanita itu bangga
berikan aku sebuah hati yang sungguh mencintai-Mu,
sehingga aku dapat mencintainya dengan cinta-Mu,
bukan mencintainya dengan sekedar cintaku

Berikanlah sifat-Mu yang kuat sehingga kekuatanku datang dari-Mu bukan dari luar diriku
Berikan aku tangan-Mu sehingga aku selalu berdoa untuknya.
Berikanlah aku penglihatan-Mu sehingga aku dapat melihat
banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja

Berikanlah aku mulut-Mu yang penuh dengan kata-kata kebijaksanaan-Mu dan pemberi semangat,
sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi.

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan
"Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku
seorang yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna".

Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat
dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kau tentukan. Amien.

MIMPI-MIMPI ITU

Oleh : M.Afzan
Membuat tulisan ini, adalah salah satu yang tersulit. Hampir dua pekan sejak aku diminta oleh salah satu pengurus LDK Ummul Fikroh. Awalnya aku mengira bahwa tulisan ini akan cepat selesai, karena saat itu aku sedang membuat sebuah tulisan tentang kesuksesan. Ternyata perkiraanku meleset, berhari-hari aku masih bingung hendak menulis tentang apa. Saat diminta membuat tulisan sebenarnya aku pun bertanya, jawabannya aku boleh menulis tentang apa saja, boleh tausiah atau motivasi.
Sejujurnya aku akan mengerutkan kening jika diminta membuat tulisan tausiah atau motivasi. Karena seharusnya akulah yang harus diberikan tausiah dan motivasi bukannya memberikan. Tetapi biarlah jika tulisan ini nantinya hanya menjadi ocehan kecil untuk orang-orang yang sedang beranjak besar. Atau sekedar coretan-coretan mimpi orang yang sudah tidak lagi disebut mahasiswa.
Aku teringat kembali tentang sebuah kisah dalam sirah yang hampir selalu aku ceritakan dalam pertemuan pekanan dengan para binaanku. Ya, tentang mimpi panjang umat Islam yang menjadi kenyataan setelah delapan abad lamanya berada dalam harap dan do’a panjang mereka. Mimpi tentang penaklukkan Konstantinopel. Mimpi yang diproklamirkan saat perang khandak atau perang ahzab.
Al-Bara bin Azib meriwayatkan, “Menjelang perang Khandaq, kami menggali parit dan menemukan beberapa batu besar yang tak dapat kami pecahkan dengan kampak. Lalu kami melaporkan itu kepada Rasulullah saw. Beliau lantas mengambil kampak dan mendekati batu besar itu, kemudian menyebut nama Allah lalu memukul dan memecahkannya.
Setelah itu beliau mengatakan, ’Allah Mahabesar, sungguh aku telah diberikan kunci-kunci gerbang negeri Syam. Demi Allah, aku melihat istana merahnya sekarang. ’kemudian beliau memukul dan memecahkan batu besar lagi untuk kedua kalinya, dan berkata ‘Allah Mahabesar, sungguh aku telah diberikan Parsi. Demi Allah, sungguh aku melihat istana putih Al-Madain sekarang. ’ Kemudian beliau menyebut nama Allah lalu memecahkan batu besar lainnya, dan berkata, Allah Mahabesar, sungguh aku telah diberikan kunci-kunci Yaman. Demi Allah, sungguh aku melihat gerbang Shan’a dari tempatku ini”.
Dalam hadits yang lain disebutkan, setelah kemenangan dalam perang Khandak, Rasulullah juga menjelaskan tentang penaklukkan konstantinopel tersebut. Rasulullah mengatakan bahwa Panglima yang memimpin peperangan tersebut adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang bertempur dibelakangnya adalah sebaik-baiknya pasukan. Dan tiba-tiba salah seorang sahabat yang mendengar kata-kata Rasulullah tersebut langsung berdiri dan meloncat ke atas kuda dan memacunya menuju ke arah Konstantinopel. Dalam perjalanannya, sahabat tersebut menjemput kesyahidannya, dan dia menjadi syuhada pertama dalam penaklukkan Konstantinopel. Selama waktu penantian penaklukkan Konstantinopel, banyak para syuhada yang meregang nyawa untuk membebaskan konstantinopel ke pangkuan Islam.
Penaklukkan Konstantinopel adalah mimpi Rasulullah yang terwariskan kepada ummatnya. Mimpi yang tidak lagi menjadi mimpi individu tetapi mimpi tersebut telah menjadi mimpi kolektif. Mimpi yang bukan hanya dimaknai hanya sebagai kabar dari Allah dan Rasul-Nya tetapi mimpi yang dimaknai sebagai kenyataan yang harus diupayakan. Dan akhirnya mereka semua berlomba untuk menjadi salah satu orang yang merealisasikannya.
Aku jadi teringat salah satu hadits Rasulullah yang lain. Hadits yang mengabarkan tentang lima tahapan kepemimpinan dunia. Yang pertama dunia akan dikuasai oleh kekuasaan nubuwwah, yang kedua dikuasai oleh kekhalifan Rasyidin, yang ketiga dikuasai raja-raja yang dzalim, yang keempat dikuasai oleh raja-raja yang otoriter sedangkan yang terakhir dunia akan dikuasai kembali oleh kekuasaan nubuwwah.
Menurut para ulama kontemporer, saat ini adalah masa yang keempat. Yakni masa dunia dikuasai oleh para pemimpin otoriter. Jika saat ini, kita juga sepakat bahwa kita sedang dipimpin oleh penguasa otoriter, maka sesungguhnya masa kepemimpinan Islam tinggal selangkah lagi. Cepat atau lambat masa itu akan datang juga. Tetapi apakah kita akan menunggu saja masa itu datang ataukah kita seperti para sahabat rasulullah yang berlomba-lomba untuk merealisasikan mimpi-mimpi tersebut.
Bagiku mimpi bukan hanya sebatas bunga tidur, mimpi adalah sebuah harapan. Harapan yang membuat kita saat ini masih hidup dan bertahan di jalan dakwah ini. Harapan bahwa suatu masa, Islam akan kembali tegak di muka bumi ini. Dan juga harapan bahwa aku adalah orang yang berusaha menjadi salah satu penegaknya. Seperti ucapan yang pernah aku dan para teman-teman lantangkan pada saat mengikuti daurah marhalah ula (DM-I) di dinginnya malam bukit Ciomas sana.
”Ya Allah, Apabila ada 10000 orang yang membela agama-Mu, jadikanlah salah satunya adalah aku. Apabila ada 1000 orang yang membela agama-Mu, jadikanlah salah satunya adalah aku. Apabila ada 100 orang yang membela agama-Mu, jadikanlah salah satunya adalah aku. Apabila ada 10 orang yang membela agama-Mu, jadikanlah salah satunya adalah aku. Dan apabila ada 1 orang yang membela agama-Mu, maka jadikan ia adalah aku.”
Dunia, dengan ataupun tanpa kita, sejatinya pasti akan kembali kepangkuan Islam. Tetapi alangkah ruginya jika kita tidak menjadi bagian apapun dari bangunan Islam yang akan kembali tegak. Para prajurit Islam yang syahid menuju penaklukkan konstantinopel sesungguhnya telah menjadi salah satu bagian bangunan yang mendukung terjadinya penaklukkan tersebut. Kematian mereka tidaklah sia-sia, karena kematian mereka telah tertebus dengan terkuasainya negeri tersebut.
Detik-detik kemenangan Islam tinggal selangkah lagi. Aku berharap, aku akan menjadi salah satu bagian kemenangan dan kejayaan tersebut. Aku juga berharap akan seperti orang yang dikatakan oleh seorang ulama, berjihadlah dipagi hari tanpa menunggu sore dan berjihadlah disore hari tanpa menunggu pagi. Aku ingin menjadi orang yang dikatakan Allah dalam surat Al-Fathir ayat 32 sebagai orang yang cepat merespon kebaikan. Tetapi aku tidak ingin menjadi orang yang dipertengahan dalam merespon kebaikan atau menjadi orang yang tidak mau merespon kebaikan. Karena hal tersebut pasti akan membuatku menjadi orang yang Dzalim.
Menuju kemenangan Islam, ada beberapa syarat yang harus dimilki oleh para penyerunya. Yang pertama, adalah keimanan yang kokoh. Keimanan yang akan mengajarkan rasa tawakkal dan keridhoan kepada kita sehingga kita mampu untuk terus bertahan menghadapi fitnah-fitnah dakwah. Yang kedua, Pemahaman yang luas. Seorang da’i membutuhkan pemehaman yang kuas untuk menyelesaikan permasalahan umat. Jika seorang da’i tidak mempunyai ilmu apapun lalu apa yang akan dia berikan kepada umat. Inagatlah kaidah Faaqidusy syai’ la Yu’tihi (Orang yang tidak puny apapun tidak akan bis amemberi). Ketiga, Kuatnya Hubungan dengan Allah. Semakin banyak aktifitas seorang da’i, seharusnya semakin kuat pula hubunganya dengan Allah. Karena aktifitas tersebut pasti akan menguras seluruh energinya dan saat-saat berkhalwat dengan Allah sajalah energi tersebut akan bisa dikembalikan. Sedangkan yang terakhir adalah amal yang berkesinambungan. Tentunya inilah yang paling penting dzlam amal adalah bahwa seorang da’i harus selalu mendawamkan (membiasakan) amalnya meskipun sedikit.
Saatnya bermimpi dengan harap. Mimpi tentang sebuah perjuangan tanpa henti. Mimpi tentang sebuah dunia yang mewangi kesturi. Mimpi yang akan membawa kita kepada surga dan akan mempertemukan kita dengan para kekasih-Nya. Life is to dream and dream is to life.

Cijawa, 26 Maret 2007
Menjelang Pagi

Thursday, March 22, 2007

Mungkin Terlalu Pagi

Oleh : M. Afzan
Pagi masih terasa dingin, Penduduk kampus masih jarang lalu lalang. Sampah-sampah masih sedang dibersihkan. Matahari pun belum sempurna bersinar. Pekan ini, aku kembali harus bolak-balik kampus. Hampir setiap hari, hingga pekerjaan pun harus kutangguhkan.
Penyakit 5 huruf kembali menyerangku. MALAS. Ya, penyakit malasku datang lagi, setelah selesai mengikuti sidang skripsi bulan agustus tahun lalu. Kemalasan yang membuatku hingga hari ini belum mendapatkan ijazah kelulusan. Bayangkan, 6 bulan kudiamkan saja skripsiku, padahal sewaktu ujian skripsi, salah seorang penguji mencoret beberapa bagian skripsi untuk kuperbaiki. Tetapi, hal tersebut aku biarkan dan menganggap sudah tidak ada apa-apa lagi.
Aku bersyukur tinggal di tengah orang-orang dan lingkungan yang mencintai ilmu dan pendidikan. Proses pembuatan skripsiku sendiri sekitar dua tahun lalu juga berawal dari orang-orang disekitarku. Hampir setiap hari ocehan dan omelan mereka mampir ditelinga. Panas dan merah rasanya kupingku. Tetapi aku sadar, omelan mereka adalah tanda kecintaan kepadaku. Mereka selalu menginginkan saudara-saudaranya mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik bahkan hingga sampai tingkat yang setinggi-tingginya.
Aku mulai berusaha memperbaiki skripsiku sekitar bulan Februari yang lalu. Setelah salah seorang yang aku panggil ustadz selalu bertanya tentang skripsi dan nilai-nilaiku. Dia selalu berkata ”Cepat diperbaiki, nilai kamu lumayan. Nanti saya carikan beasiswa untuk melanjutkan kuliah”. Tetapi ketika dalam pengerjaannya, rasa malasku sering datang dan akhirnya terbengkalai lagi skripsiku.
Seminggu yang lalu aku berhasil menyelesaikan perbaikan skripsi. Tepatnya hampir tengah malam, setelah aku diskusi lewat telpon dengan salah seorang teman yang bahasan skripsinya hampir sama denganku. Setelah disetujui untuk diperbanyak, aku harus meminta tanda tangan dari beberapa dosen pembimbing serta penguji untuk mendapat pengesahan.
Pagi ini aku membuat janji dengan salah seorang dosen untuk bertemu di kampus. Dosen pembimbing keduaku, seorang dosen dari Jakarta. Dosen ini agak sulit ditemui karena beliau datang ke kampus hanya pada hari senin dan kamis. Kayak orang puasa sunah saja pikirku. Aku bersyukur beliau adalah dosen yang baik sehingga ketika berhadapan dengannya tidak pernah membuatku merasa tegang. Tetapi aku harus kecewa, dosen pembimbing duaku tidak mau menandatangani skripsiku, beliau beralasan tidak enak dengan dosen pembimbing pertama yang belum menandatangani. Beliau memintaku untuk kembali nanti setelah pembimbing pertama menandatangani skripsiku. Wah, bisa lama lagi lirihku dihati.
Kampus masih terlihat lengang pagi ini. Hanya karyawan kebersihan yang sedang berlalu lalang membersihkan ruangan rektorat. Beberapa mahasiswa terlihat bergegas keruangan kelasnya yang masuk pagi. Entah karena takut telat atau apa, padahal dosen belum lagi datang. Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Hampir setengah jam aku duduk di tangga gedung ini, sambil membaca buku dan mengamati orang-orang yang lewat di hadapanku. Aku sengaja menunggu para staf jurusan di ruangan bawah, karena diruang jurusan hanya terlihat meja dan kursi kosong. Entah pada kemana penghuninya.
Punggungku mulai terasa sakit, menahan berat skripsi sambil turun naik tangga sekedar nengok ruang jurusan yang masih kosong. Ruangan jurusan masih sepi padahal sudah hampir jam setengah sembilan siang. Matahari sudah bersinar sempurna. Kampus sudah mulai ramai dengan segala aktivitasnya. Tetapi staf jurusan masih belum satupun tampak batang hidungnya. Ini kantor apa bukan, sudah siang seperti ini belum ada satupun staf yang datang, tanyaku.
Matahari semakin beranjak tinggi. Panasnya mulai terasa menyengat kulitku. Keringat mulai mengucur dan bajuku terasa basah olehnya. Tas gendongku kian terasa berat dan aku mulai kelihatan seperti kura-kura ninja kecapean. Ruang jurusan masih juga tetap kosong, belum satupun orang datang untuk bekerja dan melayani para mahasiswa. Aku mulai kesal dengan kondisi ini. Dari pagi aku menunggu tetapi aku harus kecewa karena yang kutunggu belumlah datang.
Segera saja kularikan motorku untuk kembali ketempat kerja. Dengan membawa kecewa di hati. Di saat orang-orang sudah mulai bekerja mencari rizki dan keberkahan, para staf jurusanku belum datang. Entah sedang apa mereka saat ini. Bagaimana kampus ini akan maju jika diisi oleh orang-orang dengan etos kerja seperti ini. Disaat semua pelayanan publik sudah mulai menjalankan tugasnya, mereka masih menikmati suasana perjalanan atau bahkan rumah.
Aku mulai berpikir, mungkin aku datang terlalu pagi untuk ukuran mereka. bagi mereka jam 8.30 masih terlalu dini untuk bekerja dan melayani mahasiswa. Mungkin jam 8.30 masih pagi dan bisa terlebih dahulu bercengkerama dengan keluarga. Mungkin juga jam 8.30 masih terlalu pagi untuk sekedar memegang kertas dan menatap komputer yang masih setia di tempatnya. Aku sadar bahwa aku sendiri bukan orang yang selalu bisa on-time. Tetapi aku selalu belajar dan berusaha untuk menepati setiap aktivitasku pada jam yang telah ditentukan. Memang kadang sulit tetapi toh semuanya memang harus diusahakan.
Aku teringat salah satu bukuku yang berjudul “Anda Penguasa Waktu”. Sesungguhnya kitalah penguasa waktu, sehingga waktu harus menuruti apa kata kita. Bukan sebaliknya, kita menjadi budak waktu. Semua pekerjaan kita menjadi tidak kenal waktu. Kita terlena karena keasyikan dan akhirnya kehilangan waktu-waktu produktif dengan sia-sia. Sungguh malang nasib kita yang masih sering terbelenggu oleh waktu. Maka pintar-pintarlah mengatur waktu. Karena waktu adalah sama dengan nafas kehidupan kita. Sifat waktu tidak mungkin kembali lagi, dia akan terus berjalan meninggalkan orang-orang dengan penyesalan yang sangat. Sehingga jika tidak bisa menguasai waktu maka merugilah kita. Wallahu a’lam.

Cijawa, 22 Maret 2007
Saat dingin malam mulai menusuk kulit

ARE YOU PLANNER or EASY GOING ???


1. Apa yang biasa kamu lakukan sebelum tidur ?
a. Gosok gigi, wudhu, shalat Isya, buka buku harian dan menulis apa-apa yang harus kamu kerjakan besok pagi
b. Langsung tidur, kadang gosok gigi, tapi lebih banyak lupanya sih, tapi kalo shalat Isya insya Allah always deh!
c. Gosok gigi, wudhu, shalat Isya, kadang kalo pas buanyaak kegiatan ya bikin rencana buat besok, kalo nggak ya...nggak laah


2. Jika kamu tidak bisa menyelesaikan target-target belajar atau pekerjaanmu, yang sering kamu lakukan adalah......
a. Merenungi dan mencermati kembali rencana dan target-targetmu. Berusaha mencari dimana letak kesalahanmu, trus berusaha memperbaikinya
b. Ah, manusia hanya bisa berusaha, Allah yang menentukan, santai aja lah!
c. Kalau target itu sangat penting, biasanya sih mengevaluasi, tapi kalo target itu tidak terlalu penting, alias biasa-biasa aja, ya ngak usah dievaluasi segala, malah bikin stres ntar!


3. Diarymu lebih banyak berisi tentang?
a. Cita-citaku, tempelan artikel orang-orang yang bisa memberi inspirasi hidup, perjalanan seharian, rencana besok dan muhasabah harian
b. Curhat dong, apalagi kalo lagi sedih atau berbunga-bunga, pasti full deh Diarynya
c. Macem-macem, ada curhat, rencana buat besok, kadang juga evaluasi dikit-dikit.


4. Apa sih, arti evaluasi alias muhasabah bagimu?
a. Penting sekali, sebab dengan muhasabah kita bisa ngeh, apa saja yang sudah kita lakukan dan apa yang belum. Mana yang sudah baik dan yang masih perlu diperbaiki. Supaya kita menjadi manusia yang selalu berproses menuju kebaikan danri waktu ke waktu
b. Hhmm, nggak penting tuh! Jadi orang itu nggak usah susah-susah menengok kebelakang, yang sudah ya sudah..., siapa tau besok lebih baik. Take it easy aja laah....
c. Cukup penting sih, tapi kalau kita kaku alias straight banget sama muhasabah, ntar malah takut salah, ntar malah ngak jadi-jadi beramal deh!


5. Sebentar lagi kamu mau lulus kuliah S1, trus apa rencanamu?
a. Aku sudah menyiapkan beberapa rencana bersayap. Plan A: Kuliah lagi S2 di PT Favorit, Plan B: Kalo belum ada biaya gawe dulu, Plan C: Jika belum gawe juga, mending kursus-kursus dulu, nambah keahlian yang dapat menunjang hasil kuliah or persiapan gawe
b. Ngak tau tuh! Ntar aja mikirnya kan masih lamaa...
c. Ada rencana siih, tapi nggak spesifik. Paling ya kuliah lagi S2 jika ada fulus, kalo nggak yah langsung kerja kali!


6. Suatu ketika mama memintamu untuk menemaninya diacara kondangan, apa reaksimu?
a. Bilang sama mama: ”Ntar dulu ya Ma, aku tengok jadwal dulu. Kalo sekiranya nggak ada jadwal penting ya, ngikutlaah...itung-itung birrul walidaini. Tapi kalo ada jadwal, ya berarti harus ada kompromi”
b. Waah, asyik nih! Apalagi jika ada gubuk siomay kesukaanku!
c. Gimana ya? Kalau menyenangkan ngikut, tapi kalo lagi ngak mood, ya nggak lah...


7. Ortumu pingin anaknya jadi dokter, supaya besok ada yang merawat kesehatannya di hari tua, gimana komentarmu?
a. Mencoba diskusi dengan ortu tentang cita-cita yang sebenarnya kamu inginkan. Berusaha meyakinkan ortu bahwa profesi apapun jika direncanakan dengan baik dan merupakan pilihan sendiri, insya Allah akan lebih sukses
b. Yaah, ortu pasti tau yang terbaik buat kita. Kita ikutin ajalah. Aku juga belum mikir mau jadi apa kalau sudah dewasa
c. Gimana ya? Sebenarnya pingin jadi wartawan, tapi kalo ortu bisa memfasilitasi untuk jadi dokter, ya..boleh juga


8. Menurut kamu, perlu nggak sih punya visi dan misi dalam hidup ini?
a. Sangat perlu, sebab sebagai seorang Muslim, pastilah kita dituntut pertanggungjawaban di hadapan Allah, memiliki Visi dan Misi akan membantu mengarahkan hidup kita, agar lebih fokus dan menjalani hidup lebih bermakna
b. Ngak perlu laah, hidup ini sudah susah, jangan bikin susah lagi deeh, kalau punya visi dan misi berarti kita akan terikat
c. Sebenarnya perlu, tetapi kadang saya tidak sempat dan takut tidak konsisten pada visi dan misi itu


9. Apakah sekarang ini kamu sudah punya cita-cita masa depan yang pasti?
a. Insya Allah sudah
b. Hmmm..., cita-cita itu gampang laah, yang penting jalani dulu, nanti mana yang terbaik itu yang dijalani
c. Ada siih, tapi masih berubah-ubah


10. Apa rencanamu tiga tahun kedepan?
a. Jadi yang terbaik dibidang yang aku minati
b. Apa yaa..., ya itulah, ngalir aja deh!
c. Ada sih, tapi kayaknya masih berubah-ubah deh

(Disadur dari Buku: Easy Going No Way, karya: Izzatul Jannah)

Tuesday, March 20, 2007

Kematian


Oleh : M. Afzan
Berbekallah untuk hari yang sudah pasti
Sungguh kematian adalah muara manusia
Relakah dirimu menyertai segolongan orang
Mereka membawa bekal sedangkan tanganmu hampa
(Suara Persaudaraan)

Tanyakanlah kepada setiap orang. Apa yang mereka inginkan setelah meninggal? Surga ataukah neraka? Jawaban yang pasti adalah surga. Tidak ada seorang pun yang menginginkan masuk neraka bahkan seorang pendosa sekalipun. Meski setiap hari ia bergelimang dengan dosa tetapi ia masih menginginkan kebaikan untuk dirinya.
Surga dan neraka milik Allah. Hanya Allah yang tahu apakah kelak kita akan masuk kesurga ataukah ke neraka. Tetapi tahukan kita, bahwa surga bisa kita raih hanya dengan melalui seekor lalat. Seperti juga neraka, yang bisa kita rasakan hanya melalui seekor lalat. Ada sebuah kisah yang pernah saya baca di salah satu bukunya Kang Abik.
Suatu hari ada dua orang pemuda yang sedang berkelana mencari ilmu. Mereka senantiasa berjalan dari satu kota kekota lainnya. Suatu hari mereka memasuki sebuah daerah yang dikuasai oleh para penyembah berhala. Setiap orang yang melewati daerah tersebut mesti memberikan korban untuk berhala tersebut. Begitu juga dengan dua orang pemuda tadi. Mereka juga harus memberikan pengorbanan untuk berhala sesembahan masyarakat yang mereka lewati agar mereka dapat melanjutkan perjalanan atau nyawa mereka menjadi taruhan.
Pemuda pertama adalah pemuda yang takut pada kematian. Karena dalam perjalanan mereka tidak membawa apapun. Akhirnya dia menangkap seekor lalat dan diberikannya lalat tersebut untuk sesembahan kepada berhala sesembahan masyarakat. Sedangkan pemuda yang kedua meski dalam perjalanan dia tidak membawa apapun, dia tetap tidak mau memberikan apapun meski seekor lalat untuk diberikan kepada berhala. Dia tetap berpegang teguh terhadap ajaran agamanya hingga akhirnya penduduk penyembah berhala tersebut membunuhnya.
Pemuda yang pertama akhirnya dilepaskan dan dapat melanjutkan perjalanannya. Tetapi malang belum jauh dia meninggalkan daerah tersebut, dia mati digigit ular berbisa dengan meninggalkan kemusyrikan dihatinya. Akhirnya pemuda yang pertama dimasukkan keneraka karena pengorbanannya kepada berhala sedangkan pemuda yang kedua dimasukkan kesurga karena ketaatannya memegang akidah.
Kawan, Kematian adalah sebuah keniscayaan. Tetapi bagaimana cara kita mati adalah sebuah pilihan. Apakah kita memilih mati dengan jalan yang baik dan mulia ataukah memilih cara mati dengan cara yang buruk serta hina. Sesungguhnya kehidupan sendiri adalah pilihan terhadap petunjuk Allah. Di dalam surat al-Balad ayat 10, Allah sudah menginformasikannya kepada seluruh hamba-hamba-Nya. Bahwa Allah menunjukkan mereka terhadap dua jalan, yakni jalan kebaikan atau jalan keburukan. Tinggal manusianya yang memilih jalan mana yang hendak ditempuh.
Begitu juga dengan kematian. Apakah kita ingin mendapatkan husnul khatimah ataukah su’ul khatimah. Pilihan kematian tersebut akan berbanding dengan pilihan hidup kita. Jika dalam hidup kita memilih jalan kebaikan maka sesungguhnya kita sudah memilih jalan kebaikan pula untuk kematian. Begitu juga sebaliknya, jika kita memilih jalan keburukan dalam hidup maka bersiap-siaplah kita akan mendapatkan kematian yang su’ul khatimah.
Akhirnya, pilihan ada di tangan kita. Apapun pilihan kita semoga hal tersebut sudah kita fikirkan matang-matang dan semoga pilihan tersebut adalah pilihan yang baik serta bermanfaat bagi diri kita maupun orang lain. Dan semoga juga pilihan tersebut sudah dibarengi dengan persiapan dan bekal yang cukup untuk kita menghadap Sang Rabbul Izzati. Wallahu a’lam.

Rasulullah bersabda : Perbanyaklah meningat
Agar kemusnah segala kenikmatan dunia
itulah kematian yangkan pasti datang
Kita tak tahu kapan waktunya kan menjelang
(Suara Persaudaraan)


Cijawa, 20 Maret 2007
Hampir Tengah malam

Kamar Bangsal


Oleh : M. Afzan
Bangsal. Tentunya kat a ini pasti pernah kita dengar, Dan pikiran kita pasti akan langsung tertuju kepada tempat para prajurit atau tentara biasa tinggal. Ruangan tempat mereka beristirahat selama masa latihan. Satu ruangan dipakai untuk sekian banyak orang sehingga terasa sesak.
Hari Jum’at lalu seorang teman masuk Rumah Sakit. Terkena gejala typus dan demam berdarah. Aku bisa membayangkan badannya yang kurus mungkin terlihat semakin lemah. Biasa, temanku yang satu ini memang dikenal kurang bisa mengatur prioritas pekerjaan. Kadang-kadang begadang sampai semalam suntuk mengetik di depan komputer. Entah disebut pekerja keras atau keras kepala.
Aku sendiri tidak langsung menjenguk teman yang sakit tersebut, baru hari senin aku sempat atau lebih tepatnya aku sempatkan untuk menjenguk bersama temanku yang lain. Sebelumnya kami harus menghubungi teman yang sudah sempat menjenguk, dan kami diberitahu bahwa teman kami ditempatkan di ruang Cempaka. Keningku langsung berkerut, karena seingatku ruangan tersebut adalah ruang kelas 3 yang biasa kami sebut kelas bangsal.
Tanpa Ba bi bu, kami langsung berangkat ke Rumah Sakit. Dan mulai mencari ruang Cempaka tempat teman kami dirawat. Kami menemukan ruangan tersebut berada dipojok bagian belakang Rumah Sakit. Kami mulai mencari-cari nama teman kami di papan nama pasien di depan ruangan. Saat mencari, seorang bapak di belakang kami sontak berkata : “Papan namanya sudah tak kepakai, dipakainya di Amerika”. Kami tersenyum kecut dan langsung masuk mencari ke dalam ruangan. Di ruang cempaka terdapat 4 ruang pasien yang setiap ruangnya terisi 10 pasien. Kami sempat kebingungan mencari teman kami yang dirawat, karena saking banyaknya pasien yang kerubungi oleh para anggota keluarganya. Ah, dasar ruang bangsal. Kutukku di hati.
Aku pun melongokkan kepala dan badan ke salah satu ruangan, dan mendapati temanku sedang duduk lemas dipojok ruangan ditemani salah satu teman kuliahnya. Wajahnya terlihat pucat dengan mata tanpa semangat. Selang infus masih mengalirkan cairan putih melalui tangannya. Disekitarnya terlihat pasien-pasien lain dengan berbagai macam penyakit. Di sebelahnya seorang bapak bertelanjang dada terbaring lemah. Menatap kosong kearah dinding seakan menunggu keluarganya yang belum datang. Tiga orang perawat masih mengerumuni seorang pasien yang terlihat parah. Sementara keluarganya terlihat duduk-duduk dan rebahan di lantai kamar yang pengap.
Bau tak sedap langsung terasa menyengat hidung saat kami masuki ruangan. Keringat-keringat kering bercampur dengan bau obat membuatku harus sedikit menahan nafas. Bibir pun kupaksa menyunggingkan senyuman ke arah temanku meski perut terasa mual. Dan temanku pun membalas senyuman dengan dengan wajah pucat. Kami pun berbincang tentang kondisi selama dia dirawat. Entah bagaimana dia bisa tahan dirawat diruangan tersebut. Benar-benar kuat pikirku. Di ruangan seperti itu, hampir-hampir sugesti untuk mempercepat kesembuhan tidak banyak didapatkannya. Yang terbayang dan dilihatnya pastilah keriuhan ruangan mirip bangsal setiap harinya. Ah teman, semoga Allah memberikan kesembuhan padamu.
Dalam obrolan kami, dia bercerita sejak dirawat di ruangan tersebut belum ada dokter yang memeriksanya, yang setiap hari mondar-mandir hanyalah perawat yang sedang peraktek lapangan dan sebatas dokter jaga. Jawaban yang diperolehnya saat dia bertanya adalah informasi bahwa pada hari libur dokter tidak masuk dan akan masuk pada hari selasa karena hari senin nanti juga hari libur nasional. Wah, kayaknya akhir pekan orang sakit harus ikut libur juga karena dokternya sedang liburan. Entah apakah setiap rumah sakit juga seperti ini. Jika sama seperti ini, maka alangkah malangnya pasien sekarat yang datang akhir pekan, pasti matinya pun disuruh menunda sampai awal pekan depan. Sungguh malang nian nasib orang sakit.
Tambahnya lagi, para perawat yang setiap hari mondar-mandir melayani pasien di ruangan tersebut, selalu terlihat seperti orang jutek. Hampir tidak ada senyum yang menghiasi bibir-bibir mereka. Tawa mereka sering terdengar di balik dinding kamar, tetapi ketika mereka kembali ke ruang pasien, kerenyahan tawa bahkan senyumnya menguap entah kemana. Betapa susah memberikan senyum kepada orang sakit karena muka para perawat lebih sering ditutup masker daripada memberikan empati dan sugesti kepada para pasien.
Saya pernah mendengar, selain obat-obatan, sugesti dari para dokter dan keluarga dapat mempercepat kesembuhan seseorang. Maka menurutku, sudah selayaknya para perawat serta dokter senantiasa bersikap ramah dan menunjukkan empatinya kepada setiap pasien yang mereka rawat. Bukankah hal tersebut dapat memberikan mereka ketenangan dan rasa optimis untuk cepat sembuh dari sakitnya. Jika penanganan pasien seperti tidak menunjukkan rasa empati, bagaimana pasien bisa cepat sembuh yang ada malah cepat mati.
Tetapi yang masih sedikit mengganjal dipikiranku, apakah kualitas pelayanan juga berbanding lurus dengan dimana seorang pasien ditempatkan. Karena temanku dirawat di ruang kelas 3, maka pelayanannya seperti itu. Jika saja dia ditempatkan diruang kelas VIP atau minimal kelas 1 mungkin tidak seperti itu. Ah, tetapi masa orang sakit harus ada pengkelasan? Aneh juga dunia ini. Semoga saja tidak. Karena harapan setiap orang adalah senantiasa mendapatkan kesehatan. Tetapi jika satu hari sakit, maka berdoalah agar Allah cepat memberikan kesembuhan untuk kita. Karena sehat memang mahal harganya. Saya juga berharap tulisan ini tidak ada yang tersinggung karena ini memang bukan untuk menyinggung seseorang taupun institusi tetapi hanya berbagi pengalaman dari seorang teman yang sedang merasakan betapa tidak enaknya merasakan sakit dan dirawat di ruang bangsal. Wallahu a’lam.

Cijawa, 20 Maret 2007 Saat malam hampir sempurna

Saturday, March 17, 2007

Apakah Engkau Seorang Pejuang

Engkau ingin berjuang
Tapi tidak mampu menerima ujian
Engkau ingin berjuang
Tapi rusak oleh pujian
Engkau ingin berjuang
Tapi tidak sepenuh hati menerima pimpinan

Engkau ingin berjuang
Tapi tidak setia kawan
Engkau ingin berjuang
Tapi tidak sanggup berkorban
Engkau ingin berjuang
Tapi ingin jadi pemimpin
Engkau ingin berjuang
Menjadi pengikut agak segan

Engkau ingin berjuang
Pola asuh tidak engkau amalkan
Engkau ingin berjuang
Tapi tidak sanggup terima cercaan
Engkau ingin berjuang
Kesehatan dan kerehatan Tidak sanggup engkau korbankan

Engkau ingin berjuang
Waktu tidak sanggup engkau luangkan
Engkau ingin berjuang
Ke renah isteri tidak engkau tahan
Engkau ingin berjuang
Rumah tangga engkau tampukan

Engkau ingin berjuang
Disiplin diri engkau abaikan
Engkau ingin berjuang
Janji kurang engkau tunaikan
Engkau ingin berjuang
Kasih sayang engkau juaikan
Engkau ingin berjuang
Tamu engkau abaikan

Engkau ingin berjuang
keluarga engkau lupakan
Engkau ingin berjuang
Ilmu berjuang engkau tinggalkan
Engkau ingin berjuang
Kekasaran dan kekerasan engkau amalkan

Engkau ingin berjuang
Pandangan tidak diselaraskan
Engkau ingin berjuang
Ibadah engkau abaikan
Engkau ingin berjuang
Iman dan taqwa engkau lupakan


Untuk mereka yang tengah berjuang di medan dakwah.
..Berharaplah agar dakwah ini mendewasakan kita ya ikhwati..

Berhenti Sejenak

Oleh : Adih Amin, Lc.
Perjalanan hidup ini melelahkan, ya sangat melelahkan. Betapa tidak, di saat idealisme kita dihadapkan pada realita yang beraneka ragam corak dan warnanya, kita harus bertahan karena kita tidak ingin tujuan hidup ita yang jauh ternodai dengan kepentingan sesaat. Ini bukan soal halal atau haram terhadap dunia dengan segala keindahannya, tapi soal menyikapinya agar tidak tergiur dan terpedaya olehnya.
Gambaran ini dapat kita rasakan di saat harus mengatakan "tidak" di hadapan mereka semua yang berkata "iya". Ketika ramai-ramai orang bicara ini dan itu dengan segala argumentasinya, tuntutan idealisme kita membisikkan kita untuk "diam", tatkala orang lain menilai bahkan mengecam kita dengan tuduhan ini dan itu, idealisme kitapun hanya mengisyaratkan kita untuk sekedar senyum tanpa kata-kata. Di saat orang beretorika dengan segala keahlian bahasanya, idealisme kitapun hanya meminta kita untuk membaca pikiran di balik pikiran. Dan ketika orang ramai-ramai memperbincangkan dunia dengan segala kenikmatannya, idealisme kitapun hanya mengalunkan satu kata, "qonaah". Itulah idealisme kita di hadapan mereka.
Terkadang tanpa terasa idealisme kita tergeser lantaran pikiran kita terbawa arus yang kita tidak menyadarinya. Belum lagi kondisi jiwa kita yang terus bergejolak mempengaruhi pikiran kita. Pikiran-pikiran itu selalu datang silih berganti tanpa kenal henti seiring dengan perjalanan hidup ini.
Memang, ini semua kita pahami sebagai sunnah kehidupan. Gelombang dan badai harus dipahami sebagai ladang ujian, problematika hidup merupakan hal tidak bisa dipisahkan dari hidup, pahit getir menjadi bumbu yang harus dirasakan oleh setiap kita, jatuh bangun adalah tangga yang harus dilalui dalam menggapai sebuah cita-cita.
Letih, lelah itulah yang sering kita rasakan, kita sering merasakan kejenuhan, bosan bahkan tidak peduli dengan kondisi. Namun jangan pernah ada perasaan pesimis apalagi putus asa karena di balik semua itu pasti ada sesuatu yang dapat kita jadikan pengalaman yang berarti. Dan yang kita perlukan adalah berhenti sesaat. Berhenti bukan berarti selesai atau sampai di sini. Berhenti untuk merenungi kembali perjalanan yang telah kita lalui, berhenti untuk memompa kembali semangat beramal, berhenti untuk mencas batrei keimanan kita agar tidak redup.
Kita butuh waktu untuk melihat kondisi jiwa kita agar tetap stabil dan tahan dalam menghadapi segalanya. Kita terkadang lupa bahwa ada yang harus kita tengok dalam diri kita, "ruhiyah" kita. Kondisi ruhiyah kita yang selalu membutuhkan suasana yang teduh, tenang sehingga ia menjadi kekuatan yang akan melindungi jiwa kita dari berbagai rintangan yang akan menghalangi kita. Kita memerlukan nuansa ruhiyah yang nyaman agar dapat berpikir jernih dan tetap semangat menjalani hidup ini. Kita butuh ketegaran jiwa dalam menghadapi hiruk pikuk hidup.
Inilah yang senantiasa diajarkan oleh Muadz bin Jabal RA kepada sahabatnya dengan ungkapannya yang menyejukkan hati "mari duduk sesaat untuk beriman". Berhenti sejenak untuk menengok kembali kondisi keimanan agar tetap terjaga. Karena segala yang kita alami dalam hidup harus dihadapi dan bukan lari darinya, ingatlah bahwa lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah itu, bisa jadi justru akan menambah masalah baru. Memperbaharui keimanan akan membawa kita untuk memahami hakekat hidup ini dengan segala problematikanya. Mari kita sempatkan untuk selalu memperbaharui keimanan kita ditengah kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan.

Tafsir Al-Qur'an

Entah kenapa, beberapa hari ini aku lebih memilih membaca buku tafsir daripada buku yang lain. Padahal sebelum-sebelumnya buku tafsir al-Qur’an belum menjadi prioritasku. Dalam bayanganku, buku tafsir akan sangat membosankan dan membuatku lebih cepat mengantuk saat membacanya.
Buku-buku sastra yang sedari bulan lalu mulai aku baca, sedikit aku tinggalkan. Memang tidak semua, karena saat aku mulai membaca buku tafsir sebenarnya aku sedang membaca dua buah buku sastra yang berjudul Radio Negeri Biru dan Prajurit-prajurit Salamina. Buku Radio Negeri Biru baru selesai aku baca semalam, sedangkan Prajurit-prajurit Salamina tidak terlalu menarik perhatianku. Buku tersebut masih tergeletak saja disamping meja kerjaku. Setiap jam bahkan setiap detik buku tersebut selalu terlihat, tetapi hati ini masih enggan untuk melanjutkan membacanya.
Tafsir fi Dzilal Al-Qur’an menjadi pilihan pertamaku. Tidak dari juz yang pertama, aku memilih salah satu surat pada juz ke-18. Tiba-tiba saja keinginan itu datang dan seakan berubah menjadi azzam yang menghujam. Sepulang shalat Maghrib beberapa hari yang lalu semua itu bermula. Seperti biasa setelah shalat Maghrib aku tilawah al-Qur’an. Tetapi entah mengapa malam itu aku hanya membuka al-Quran saja dan tertarik untuk membaca terjemahnya. Sesuatu yang selama ini jarang aku lakukan. Keinginan itu pun datang, bayangan buku-buku tafsir seakan beterbangan di depan mata dan membuatku ingin segera membacanya. Yang terbayang setelahnya adalah wajah salah seorang temanku yang mempunyai buku-buku tafsir.
Aku yang selama ini lemah dalam hafalan dan tadabbur al-Qur’an, merasa harus belajar kembali tentang Al-Qur’an. Meski hampir setiap hari al-Qur’an kubaca, tetapi entah mengapa ada resah yang selalu terasa setelahnya. Kadang kegersangan hati tetap melanda, aku merasa hati ini tetap keras dan sulit meresapi makna-makna al-Qur’an. Entah apa yang terjadi denganku. Atau mungkin terlalu banyak kemaksiyatan yang kulakukan, hingga hati ini pun berkerak karenanya.
Allah, betapa hina diri ini. Betapa aku tidak punya kuasa apapun di hadapan-Mu. Sering hati ini tidak mampu menangis mendengarkan asma-Mu, bahkan saat mulut ini yang melantunkannya. Allah, mohon ampunan-Mu ya Allah.

Cijawa, 17 Maret 2007
Menjelang siang

Monday, March 12, 2007

Menikah


Judul Buku : Kawinlah Selagi Muda; Cara Sehat Menjaga Kesucian Diri
Judul Asli : Al-Zawal al-Islami a-Mubakkir: Sa’adah wa Hasanah
Penulis : Muhammad ‘Ali al-Shabuni
Penerbit : Serambi, Jakarta
Cetakan : Ke-IV, Oktober 2005
ISBN : 979-16-0087-2

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum : 21)

Aku dimabuk kepayang
Oleh perasaan cinta
kepada perempuan cantik
Yang bulan purnama pun malu kepadanya
Kalau aku tidak melihatnya
Air mata pun akan jatuh menetes
(Syair)


Ketenangan atau sakinah adalah janji Allah bagi makhluk-Nya yang melakukan pernikahan. Ketenangan yang selalu bersaudara dengan kesenangan, ketenteraman dan keceriaan. Ketika rasa ini berpadu dengan jiwa yang didapat adalah sebuah kebahagiaan, kegembiraan serta suka cita, yang dengannya hidup terasa indah.
Teringat diskusi pekan yang lalu, saat itu salah seorang dari kami yang ditunjuk sebagai pengantar materi diskusi menyampaikan makna ketenangan. Seru juga diskusinya, karena kebetulan si penyampai materi insya Allah akan segera menggenapkan setengah diennya bulan depan. Ketenangan adalah zauq atau rasa. Rasa yang sulit dilihat oleh mata, karena ia berada di dalam jiwa. Rasa tenang didapat karena kedekatan dengan Allah. Kedekatan yang didapatkan melalui tadribat atau latihan yang kontinu dan berkesinambungan. Tetapi bagaimana dengan ketenangan yang ada dalam pernikahan. Apakah ia juga didapatkan melalui latihan. Tentu tidak, karena pernikahan bukanlah latihan melainkan sebuah perjalanan takdir hidup yang setiap manusia normal pasti melaluinya.
Kata temanku yang hendak menikah, sebagai manusia, kita pasti sering merasakan kegelisahan yang sangat apalagi ketika usia sudah mencapai 22 tahun lebih. Ketika masalah bertubi-tubi mendera dan semakin bertumpuk. Secara fitrah, manusia membutuhkan teman untuk berbagi. Ketika mata hampir setiap hari melihat hal-hal yang bisa menjerumuskan kepada maksiat serta ada perasaan resah yang membuncah di dada saat mata menatap makhluk berbeda jenis. Manusia butuh gerakan penyelamatan terhadap fitrah dan kesucian dirinya. Dan hal tersebut didapatkannya melalui pernikahan. Ketika pernikahan telah dilaksanakan, semua perasaan resah dan gelisah yang mendera berganti dengan suka cita. Disampingnya sudah ada teman berbagi dan teman segala-galanya.
Pernikahan merupakan sebuah lembaga untuk membina sebuah keluarga muslim ideal dan memakmurkan dunia dengan anak cucu yang saleh yang bisa menjamin kelangsungan hidup di muka bumi. Pernikahan bukanlah penjara yang akan membelenggu kebebasan, aktivitas serta kehidupan. Untuk menuju ketenangan yang digambarkan oleh Al-Qur’an, Islam sudah mengatur segala hal tentang pernikahan bahkan hal-hal yang terkait dengan pra nikah.
Di dalam Islam, menikah mempunyai nilai ibadah. Seorang mukmin akan mendapatkan pahala ketika ia mempunyai niat baik dan ikhlas ketika ingin menghindarkan diri dari perbuatan buruk dan fitnah dengan menikah. Rasulullah pernah bersabda : ”Menikah adalah sunahku, barangsiapa tidak menyukai sunahku maka ia bukan termasuk golonganku”. Gawatkan, jika hanya gara-gara kita tidak menyukai salah satu sunah rasulullah, kita bisa tidak dianggap sebagai umatnya.
Berdasarkan Surat Ar-Ruum ayat 30 di atas, ada 3 karunia yang Allah sampaikan melalui pernikahan : Pertama, Istri adalah manusia yang sempurna. Allah telah menciptakan wanita dari tanah yang sma dengan pria. jadi, wanita adalah bagian dari pria dan keduanya sejajarar dalam tingkat kehormatan dan harkat kemanusiaan. Kedua, Pernikahan akan menimbulkan ketenangan dan ketenteraman. Ketiga, Pernikahan akan terjalin ikatan rasa cinta dan kasih sayang antara suami isteri.
Pernikahan adalah perjalanan takdir yang penuh dengan lika-liku, kehidupannya penuh warna dan rasa. Adakalanya manis, pahit, asem, asin bahkan kadang-kadang tanpa rasa. Tetapi, Allah Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Melalui Rasulullah, Allah mengajarkan kepada seluruh hamba-Nya tentang pernak-pernik pernikahan. Mulai dari pra nikah, saat pernikahan dan pasca pernikahan. Rasulullah mengajarkan tentang cara memilih pasangan, adab meminang, ta’aruf, penentuan mahar, pesta pernikahan, publikasi pernikahan bahkan sampai tata cara melewati malam pertama.
Jadi teringat kembali tentang proses pernikahan temanku yang bulan depan insya Allah menggenapkan setengah diennya. Lama sudah dia menahan hasratnya untuk menikah. Aku masih ingat dia pernah berkata bahwa target menikahnya adalah akhir tahun 2005. Ketika belum kesampaian, diundur lagi sampai akhir tahun 2006. Ternyata baru kesampaian awal tahun 2007. Itu pun dilaluinya dengan perjuangan. Betapa susahnya proses yang dilaluinya. Mulai dari menentukan calon isteri, karena saat itu dia hanya punya niatan untuk menikah tetapi tidak mempunyai calon satupun. Dan setelah mendapatkan calon, kembali dia menunggu untuk melaksanakan hari pernikahan. karena keluarga menyepakati bulan depan sedangkan dia menginginkan secepatnya. Belum lagi jarak rumah calon mertuanya yang jauh. Sampai-sampai dalam pertemuan pekanan kami selalu digoda dengan kata-kata: ”Hujan dan badai kan kuterjang, yang penting nyampe kerumah calon mertua”. Karena saat dia silaturahim, di daerah tersebut memang sedang hujan dan banjir.
Ah, berbicara pernikahan memang pembicaraan yang tidak akan pernah puas. Sampai-sampai dipertemuan pekanan, jika membicarakan pernikahan pasti sampai lewat tengah malam, kadang malah nambah lagi setelah selesai acara. Jadi teringat juga bukunya Mas Udik Abdullah yang berjudul ”Bila Hati Rindu Menikah”. Menikah memang kerinduan setiap hati. Kerinduan akan bersandingnya teman yang akan menemani kehidupan di dunia. Kerinduan datangnya teman sejati yang dengan cintanya akan membawa dan menemani kita ke surga. Jadi jika merasa sudah siap menikah, azzamkan niat yang ikhlas, persiapkan keluarga kemudian ajukan biodata ke murabbi/murabbiyah. Jangan menunda lebih lama, ingatlah umur semakin merangkak senja. Kesiapan menikah bukan ditentukan oleh usia. Tetapi oleh ketulusan hati untuk menghindari fitnah dan juga menjaga kesucian jiwa. Walllahu a’lam.

Bertahan aku dengan ingatan
Tentang sedih yang melahirkan kerinduan
Hingga engkau, datang kepadaku
Betapa lama, aku menunggu
(Syair; dengan sedikit perubahan)

Cijawa, 12 Maret 2007
Saat malaikat sore hendak datang ke dunia

Friday, March 9, 2007

Tentang Mereka


Bersabar taat pada Allah
Menjaga keikhlasannya
Semoga dirimu semoga langkahmu
Diiringi oleh rahmat-Nya
Setiap nafasmu seluruh hidupmu
Semoga diberkahi Allah
(Opick & Amanda)

Tidak terasa 6 tahun sudah aku mengikuti pembinaan (Tarbiyah). Banyak hal yang terjadi dan kualami selama aku aktif bersamanya. Suka cita bersamanya menjadi kenangan yang tidak akan pernah terlupa hingga ajal menjemput. Duka bersamanya tidaklah menjadi berat saat banyak saudara-saudara seiman dan seperjuangan selalu menjadi penghibur.
Teringat mereka yang dulu pernah bersama melangkah di jalan ini. Entah dimana mereka. Tiada kabar lagi yang kudengar. Meski sesekali melihat mereka melintas di jalanan kota ini. Mereka telah sibuk dengan kegiatan masing-masing, dan seperti itu juga aku. Jarang aku menyempatkan diri untuk bertemu dan bersilaturahim dengan mereka, meski melalui sms atau mengirimkan salam lewat teman. Maafkan aku kawan.
Seperti siang ini, aku masih duduk di depan komputer. Pekerjaanku tidaklah sedang banyak. Tetapi aku enggan untuk keluar dan menemui teman-teman lama. Ah, kenapa aku jadi bersikap seperti ini. Mungkinkah aku tidak lagi menganggap mereka adalah saudara lagi. Karena mereka kini telah memilih jalan yang lain untuk berjuang dan mencari keridhoan Allah.
Dari mereka aku banyak belajar. Dari mereka aku banyak berguru dan dari mereka aku mengenal jalan dakwah ini. Jalan yang diujungnya adalah Surga dan keridhoan Allah. Jalan yang menuju keakhirnya dipenuhi dengan duri-duri tajam, kerikil-kerikil terjal dan batu-batu besar bahkan mungkin juga jurang yang curam.
Aku yang suka mengeluh saat ada sentilan ujian dalam mengarungi jalan ini, mendapatkan sebuah telaga ketenangan saat mereka datang dan berkata ”Sabar ya Akhi”. Cukup kata sabar saja pikirku. Kenapa harus sabar?. Tidak ada jawaban yang membuatku mengerti. Tetapi baru aku tahu kesabaranlah yang membuat mereka seperti itu. Tidak ada bentuk lain dimulut mereka kecuali senyuman yang tetap terkembang dalam setiap keadaan. Allah, Aku rindu dengan senyuman mereka.
Mereka bersama senyumnya kini tidak lagi mewarnai dakwah di jalan ini. Mereka telah mengambil jalan lain untuk menyambut keberkahan dan keridhoan Allah. Jalan yang mereka yakini. Kebersamaan dengan mereka tak lagi ada. Kesabaran yang mereka tunjukkan tak lagi dapat kulihat. Hanya ingatan tentang mereka saja yang akan tetap tinggal bersama jalan yang pernah mereka lalui.
Kini aku masih disini, bersama mereka yang lain. Mereka yang juga mengajarkan kesabaran, keikhlasan serta senyuman yang lain. Senyum yang akan tetap terkembang selama bersanding dengan harapan dan cita-cita yang tinggi. Harapan yang akan membawaku kepada ridho Allah. Cita-cita yang akan menempatkanku disurga-Nya. Wallahu a’lam.

Cijawa, 09 Maret 2007
Saat malaikat berganti tugas jaga

Deception Point


Judul Buku : Deception Point
Penulis : Dan Brown
Penerbit : Serambi
Penerjemah : Isma B. Koesalamwardi dan Hendry M. Tanaja
Cetakan : III, November 2006
ISBN : 979-1112-50-9


Buku keempat Dan Brown, Deception Point (Tituk Muslihat). Thriller menegangkan. Diluar perkiraan pikiran masyarakat kebanyakan.

Membacanya membuat kepalaku pening tujuh keliling. Banyak istilah-istilah yang sulit dimengerti. Novel ini sangat cocok dengan orang lulusan kelautan. Ceritanya mengeksplorasi dunia bawah laut di Benua Antartika. Benua tanpa penghuni dengan hamparan putih salju abadi.
Alur yang cepat dan meloncat-loncat masih menjadi ciri khas karya-karya Dan Brown. Cerita yang berpindah-pindah dari keganasan badai salju antartika hingga hingar bingarnya perebutan kekuasaan Presiden Amerika Serikat. Segala macam cara digunakan untuk meebut kekuasaan, meski harus mengorbankan keluarga dan orang-orang tidak berdosa. Mereka menjadi korban kepentingan kelompok elit yang haus kekuasaan. Tidak ada lagi hubungan darah atau pertemanan yang ada adalah rivalitas. So, tidak bakalan rugi baca novel ini.
Pesatnya perkembangan teknologi ketika tidak diimbangi dengan tingginya moral. Akibatnya teknologi menjadi algojo-algojo haus darah yang siap kapan dan dimanapun untuk menghabisi musuh-musuhnya. Apalagi ketika teknologi berpadu dengan kepentingan politik, maka lengkaplah penderitaan masyarakat. Seperti yang diceritakan dalam novel ini, banyak fakta yang mencengangkan dan diluar perkiraan masyarakat dunia. Amerika Serikat bisa jadi sudah atau akan memiliki persenjataan super canggih. Fakta tersebut mereka coba tutup-tutupi dengan banyak alasan. Lagi-lagi alasan keamanan negara. Sebenarnya keamanan negara ataukah ketakutan mereka, jika teknologi mereka mampu disamai oleh negara lain dan kemudian digunakan untuk melawan mereka. Sungguh ketakutan yang menjadi-jadi.
Di dalam politik, sukar membedakan antara orang jujur dengan orang licik. Intrik kekuasaan menjadi sesuatu yang biasa dan harus dilakukan oleh siapapun yang masuk ke dalamnya. Menghilangkan nyawa manusia adalah cara yang biasa dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan. Sehingga tiada kepercayaan yang patut diberikan kepada siapapun. Skandal seks pun kerap dijadikan senjata, guna menghancurkan lawan politik.
Politik tanpa etika adalah politik yang kerap kita lihat dan dengarkan dari para politisi. Mereka seolah telah kehilangan etika atau memang telah kehilangan. Mereka tidak lagi malu berbuat apa saja meski hal tersebut bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Meski kita juga tidak menafikkan masih ada diantara politisi tersebut yang masih bersih dan berani berjuang demi rakyat. Tetapi jumlah mereka sedikit sehingga suara mereka seperti kata iklan mobil ‘nyaris tidak terdengar’. Rakyat telah kehilangan lidah mereka untuk berteriak lantang mengungkapkan penderitaannya. Tidak ada lagi kehidupan sejahtera yang ada adalah kemiskinan yang merajalela.
Diam. Saat ini bukan saatnya lagi rakyat diam terhadap kedzaliman. Karena sekarang adalah saat perlawanan. Rakyat harus tercerahkan. Rakyat harus tersadarkan. Bagi mereka yang masih berdiam diri, kini saatnya mengambil peran dalam kehidupan. Berkarya dan berguna atau Mati tanpa guna. Wallahu a’lam.

Cijawa, 09 Maret 2007
Saat matahari siang terasa sejuk.

Monday, March 5, 2007

Berburu Buku


Fuiih, Capek. Muter-muter hampir setengah hari di Pesta Buku menyambut HUT kota CIlegon di Mayofield Mall. Stand-stand buku tumplek disana. Dari mulai penerbit besar hingga toko buku. Harga-harganya lumayan bersaing. Ada diskonnya juga sampe 70 %. So, siapa yang tak tertarik.
Sebenernya, pada tanggal yang sama yakni tanggal 3 – 11 Maret ini ada Pameran buku juga di Istora Senayan, Islamic Book Fair 2007. pengen juga sih datang kesana, tapi setelah kupikir-pikir biaya yang kukeluarkan bisa dua kali lipat. Ongkos bolak-baliknya saja bisa seratus ribu. kalo disana hanya belanja lima puluh ribu, bisa tekor bandar. Jadinya aku mutusin ke pameran buku yang di Cilegon saja. Ongkos bisa ditekan sampe sepuluh ribu rupiah naik bus ¾. Hasilnya belanja buku bisa lebih banyak.
Hari ini aku beli beberapa buku. 2 buku baru dan 4 buku terbitan lama. Tapi kondisinya masih baik. Jadi aku tetap ga nyesel. Saat jalan-jalan kesalah satu stand, aku tertarik dengan beberapa buku, terutama buku-buku tentang pemrograman komputer. Tetapi, berhubung anggaran belanja bukuku sudah habis, aku ga beli dech. Malah sebenernya anggaran beli buku bulan ini, sudah ada yang diambil bulan kemarin.
Setiap kali datang ke toko buku atau ke pameran buku, keinginan membeli buku pasti terus ada padahal belum tentu aku butuh buku atau malah sedang tidak punya duit. Kadang-kadang sampe harus pinjem dulu atau anggaran lain yang dipangkas. ah, Madang aku ga rasional juga.
Ngomong-ngomong soal buku, Ngoleksi buku adalah hobiku, punya perpustakaan pribadi adalah mimpi hidupku. Setiap main kerumah para ustadz, aku iri melihat tumpukan buku-buku mereka. Dengan semangat aku bicara bahwa koleksi bukuku harus lebih banyak dari mereka. Dan insya Allah kubuktikan.
Mulai sebulan yang lalu aku mulai menerapkan target membaca buku. Dalam sehari aku harus dapat membaca antara 150 – 200 halaman. Kemudian membuat resensi atau pendapatku tentang buku yang kubaca. Aku akan berusaha menularkan kebiasaan membaca ini kesemua orang agar otak-otak mereka jangan sampe kosong melompong. Ok doain yach!
Serang, Dipenghujung malam. 05 Maret 2007

Anugerah Terindah


Judul : Kutemukan Engkau disetiap Tahajudku
Penulis : Desi Puspitasari
Penerbit : Hikmah, Jakarta Selatan
Cetakan : Pertama, Oktober 2006
Hal : 181 hal

Membaca novel Kutemukan Engkau disetiap Tahajjudku, aku teringat dengan dengan film dan sinetron Kiamat Sudah Dekat yang dibintangi oleh Deddy Mizwar, Andre Taulany serta Zaskia A. Mecca. Kisah tentang seorang pemuda bengal yang mencintai seorang gadis berjilbab. Bedanya, kedua tokoh pada novel ini sudah saling mengenal satu sama lain sejak mereka masih memakai seragam putih biru.
Aku kadang tersenyum dan kadang ada bias air di pelupuk mata ketika membaca novel ini. Perasaan yang sama kualami juga saat menonton sinetron Kiamat Sudah Dekat. Tetapi tetap saja ada perbedaannya. Jika saja penulisnya membuat persis seperti Sinetron KSD, tentu para pembaca novel ini akan menyebutnya sebagai penjiplak. Semoga saja mba’ Desi mengambil ruh cerita dari KSD yang kemudian dibuatnya menjadi novel ini.
Cerita novel yang dibedah saat acara Milad ke-10 FLP bersama 9 novel lain ini, sebenarnya tidak menawarkan sesuatu yang baru tentang makna cinta. Malah menurutku, agak cengeng. Contohnya tokoh Dewa yang melampiaskan sakit hatinya karena ditolak Airin dengan mabuk-mabukkan. sungguh cinta yang tidak dewasa. Awal aku membeli novel ini kukira akan mendapatkan sesuatu hal yang menghentak dan unik. Ternyata perkiraanku meleset karena alur cerita yang ditawarkan novel ini datar-datar saja dan mudah ditebak ending-nya, yakni pertobatan dan mendapatkan cinta orang yang dicintai.
Selanjutnya, Antara judul di kulit muka dan ceritanya agak sedikit kurang klop. Agus sebagai tokoh sentral yang awalnya digambarkan bersifat keras dan bengal yang kemudian pada akhir cerita bertobat tetapi tidak digambarkan bagaimana dia mengalami pergulatan spiritual untuk menuju pertobatannya. Penulis seakan lupa tentang pesan yang hendak disampaikan. Jika judulnya Kutemukan Engkau dalam Setiap Tahajjudku, maka menurut saya pergulatan spiritual yang dieksplorasi lebih dalam. tokoh Agus hanya diceritakan bertobat atau tepatnya agak sadar setelah cintanya ditolak Airin dan kemudian disusul oleh kematian ibunya.
Konflik-konflik yang terjadi disepanjang novel ini, kurang digarap dengan matang. Penulis terlihat lebih nyaman dengan hanya menceritakan kisah cinta segitiga antara Agus, Airin dan Dewa. Penulis juga lupa memberikan alasan kenapa Airin memilih Agus selain dia adalah cinta masa kecilnya. Penulis juga tidak mengeksplorasi pergumulan spiritual ayah Agus yang tiba-tiba sadar telah banyak meninggalkan keluarga demi pekerjaan. Jadi para pembaca jangan mengharapkan menemukan kejutan-kejutan dinovel ini. Tetapi sebagai bacaan, buku ini layak juga dibaca.
Akhirnya saya hanya bisa menuliskan hal ini untuk mereka yang belum beruntung mendapatkan cinta dari orang yang dicintai :
”Mengenalmu adalah anugerah terindah dari Allah untukku. Tidak boleh ada sedih ketika cinta tidak bisa memiliki. Karena ada cinta lain yang lebih besar telah menanti untuk mendekap jiwa.” Wallahu a’lam.

Serang, saat bumi basah berkat karunia-Nya. 05 Maret 2007

Friday, March 2, 2007

Most Wanted; The Heroes!


Mencari Pahlawan Indonesia. Buku lawas yang baru sekarang tamat kubaca. Entah mengapa dulu aku enggan untuk membaca buku ini. Padahal saat itu aku masih berstatus mahasiswa dan sedang diberikan amanah di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kampusku. Disaat teman-temanku mengatakan bahwa buku ini bagus, aku tetap saja tidak tertarik. Penyesalan memang selalu datang terlambat.
Kerinduan akan datangnya sosok penyelamat senantiasa ada dalam hati-hati setiap kaum yang merasakan kedzaliman. Sosok yang akan membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik. Sungguh, bukan sesuatu yang buruk memimpikan hal tersebut. Karena sesungguhnya itulah tabiat orang yang terdzalimi, selalu menunggu datangnya penyelamatan.
Penyelamat yang akan dipanggil sebagai pahlawan. Pahlawan yang akan merubah nasib mereka, dari ketertindasan menuju pembebasan. Dari keterkungkungan menuju kemerdekaan. Dari kemiskinan menuju kesejahteraan. Dan dari kedzaliman menuju keadilan. Adakah yang akan merubah mimpi-mimpi tersebut?.
Ah, sepertinya saya tak pantas berbicara tentang kepahlawanan. Biarkan saja Ust. Anis Matta yang berbicara lewat bukunya tersebut. Dan bagi teman-teman yang ingin mempelajari teori dan praktek kepahlawanan, silahkan baca buku tersebut. Insya Allah tidak akan rugi. Biarkan saya hanya bercerita tentang pendapat pribadi saja.
Teringat tulisan Ust. Anis Matta, Pahlawan tidak pernah muncul dengan sendirinya. Dia selalu dimunculkan oleh keadaan yang mendukungnya menjadi pahlawan. Baik secara internal maupun eksternal. Tidak salah satunya, melainkan kedua-duanya. Hari ini kita masih biasa berkumpul dalam pertemuan pekanan. Pertemuan yang mengumpulkan dengan saudara seiman kita. Pertemuan yang diibaratkan timbangan ia adalah poros tengahnya, yang akan menjadi penyeimbang dua sisinya. Apa yang kita rasakan ketika kita sedang dan setelah mengikutinya? Adakah sesuatu yang meledak-ledak dalam jiwa ataukah tak ada efek apapun?.
Sesungguhnya, pembinaan dalam pertemuan pekanan adalah sebuah rekayasa internal kepahlawanan. Rekayasa yang bertujuan melahirkan pahlawan-pahlawan pengibar panji kebenaran. Rekayasa yang akan membangunkan sebuah kekuatan besar yang masih tertidur dalam jiwa-jiwa kita. Ingatlah pahlawan-pahlawan yang dilahirkan generasi Islam pertama. Pahlawan yang mengguncangkan dunia dengan keistimewaan yang mereka miliki. Bukankah mereka adalah binaan-binaan Rasulullah, yang lahir dari rahim tarbiyah yang kuat. Dan tentu kita juga ingat bahwa sebelum mereka mengukir kepahlawanannya, mereka bukan siapa-siapa.
Kemudian apa perbedaannya dengan kita?. Bukankah kita juga mengikuti tarbiyah seperti yang dulu dicontohkan Rasulullah?. Menurut saya perbedaaannya adalah, tarbiyah Rasulullah mempunyai visi mencetak para pahlawan dan pemimpin yang akan memimpin dunia dengan panji Islam. Sementara jika hari ini kita belum merasakan sesuatu dari sentuhan tarbiyah kita, maka bisa ada dua alasan. Belum tersampaikannya visi tarbiyah oleh murabbi kita atau kita sendiri yang tidak bisa mencerna dan memahami visi tarbiyah. Wallahu a’lam.
Saat ini, kita juga bukan dan belum menjadi siapa-siapa. Tetapi hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk kita diam disini tanpa meghasilkan apapun dan kemudian menjadi manusia biasa. Karena manusia biasa akan hilang tergerus oleh jaman. Tetapi godaan menjadi manusia biasa sangatlah kuat. Mungkin ada sebagian dari kita yang tetap bertahan tetapi ada juga yang tidak tahan kemudian kembali manusia biasa. Padahal jalan menuju sejarah kepahlawanan hanya tinggal menghitung hari.
Pahlawan sama dengan manusia yang lain. Hanya diberikan keistimewaan tersendiri oleh Allah. Keistimewaan internal yang bertemu dengan kondisi eksternal yang mendukungnya lahir menjadi seorang pahlawan. Bukan pahlawan untuk dirinya sendiri, tetapi pahlawan untuk ummat ini. Pahlawan yang mampu membebaskan umat dari ketersesatan. Membawa umat pada kehidupan yang berkeadilan dan berkesejahteraan.
Kepahlawanan bukan menunggu tetapi menjemput. Kepahlawanan bukan meminta tetapi merebut. Kepahlawanan bukan diberi tetapi diusahakan. Tidak ada seseorang pun yang menjadi pahlawan dengan sendirinya, tanpa melewati sebuah masa inkubasi yang membuatnya sadar akan potensi pribadi dan memahami realitas disekitarnya. Kemudian dengan dua modal tersebut seseorang mengambil perannya dalam sebuah sejarah dan kemudian menjadi pahlawan.
Menjadi pahlawan memang tidak sama dengan menjadi orang yang sempurna. Tetapi menjadi pahlawan adalah proses menuju kesempurnaan. Jika hari ini kita menemukan kapasitas diri dan realitas lingkungan kita menunjang untuk menentukan sejarah hidup, maka jemput dan ambillah peran sejarah tersebut. Tidak ada lagi waktu untuk berdiam diri, karena masa ini adalah masa pembuktian untuk kita. Pembuktian bahwa kita mampu mempunyai sejarah sendiri. Sejarah yang akan mengukir nama kita dengan tinta emas kepahlawanan. Jangan sampai kita tidak menjadi apa-apa karena kita tergoda dalam kemapanan dan akhirnya kita terdiam untuk kemudian mati dalam kesendirian. Wallahu a'lam.
”Tidak ada aib yang kutemukan dalam diri manusia, melebihi aib orang-orang yang sanggup menjadi sempurna namun tidak mau menjadi sempurna” (Abu Tammam).

Serang, Dipenghujung malam, 02 Maret 2007

Wednesday, February 28, 2007

Konsistensi


Judul Buku : Konsistensi; Menyongsong Kematian Husnul Khatimah
Penulis : Muhammad Hasan dan Muhammad Anis Matta
Penerbit : Fitrah Rabbani, Jakarta
Cetakan : Pertama, Desember 2006
Halaman : 101 hal, 11,7 x 18,5 cm
ISBN : 979-97491-2-14

Buku tipis yang sulit untuk ku pahami, kesanku pada buku ini. Buku yang kubeli sekitar 2 bulan lalu. Entah mengapa saat itu aku tidak langsung menamatkan membaca buku ini, mungkin karena sulit dipahami jadi aku menangguhkan membacanya. Dan kemarin aku memaksakan diri membaca kembali buku ini. Dan selesai sekitar 3 jam dengan hasil kepala terasa berat dan pusing.
Konsistensi adalah tema global buku ini. Konsisten adalah sikap yang akan membawa kita pada sebuah tujuan hidup. Sikap yang akan membawa kita pada kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Bukankah Allah akan selalu menolong hamba yang senantiasa dekat dengan-Nya. Bukankah Allah telah menjanjikan baginya sebuah balasan yang sesuai dengan usahanya. Bukankah kita juga tahu bahwa Allah tidak akan pernah bisa mengingkari semua janji-janji-Nya.
Amal yang banyak bukan berarti membuat seseorang menjadi ahli surga. begitu juga sebaliknya, Amal yang sedikit bukan berarti akan membuat manusia dimasukkan ke neraka. Seperti kata Anis Matta, adalah penting untuk mendaki sampai ke puncak gunung, tetapi jauh lebih penting untuk berusaha bertahan di puncak gunung itu. Bahwasanya penting untuk berkarya, tetapi jauh lebih penting adalah terus berkarya. Bahwasanya penting untuk memberi kontribusi tetapi lebih penting adalah tetap memberi kontribusi. Ya, itulah konsistensi.
Jika diibaratkan, Konsistensi adalah sebuah pendakian yang melelahkan. Pendakian yang mebutuhkan energi jiwa tidak sedikit. Pendakian yang akan melakukan proses penyaringan untuk menilai siapakah dari kita yang akan berada dipuncak dan siapa dari kita yang menjadi lemah dan akhirnya berguguran di tengah perjalanan.
Konsistensi akan mudah dibagun manakala kita mempunyai energi jiwa yang dahsyat. Energi yang berasal dari ingatan dan kerinduan kepada kehidupan setelah kehidupan. Yakni kematian. Kerinduan kepada surga akan memberikan energi jiwa untuk melakukan kebaikan. Sedangkan ketakutan kepada neraka akan memberi kekuatan untuk mengendalikan diri dari perbuatan buruk.
Konsistensi adalah seperti yang digambarkan Rasulullah dalam haditsnya : “Amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang berkesinambungan, walaupun hanya sedikit”. (HR. Imam Muslim). Bayangkan jika amal yang berkesinambungan tersebut banyak jumlahnya dan kita bisa tetap menjaganya. Apa balasan dari Allah untuk kita?.
Wallahu a’lam.

Serang, 28 Februari 2007
Di Siang yang redup