Friday, March 9, 2007

Tentang Mereka


Bersabar taat pada Allah
Menjaga keikhlasannya
Semoga dirimu semoga langkahmu
Diiringi oleh rahmat-Nya
Setiap nafasmu seluruh hidupmu
Semoga diberkahi Allah
(Opick & Amanda)

Tidak terasa 6 tahun sudah aku mengikuti pembinaan (Tarbiyah). Banyak hal yang terjadi dan kualami selama aku aktif bersamanya. Suka cita bersamanya menjadi kenangan yang tidak akan pernah terlupa hingga ajal menjemput. Duka bersamanya tidaklah menjadi berat saat banyak saudara-saudara seiman dan seperjuangan selalu menjadi penghibur.
Teringat mereka yang dulu pernah bersama melangkah di jalan ini. Entah dimana mereka. Tiada kabar lagi yang kudengar. Meski sesekali melihat mereka melintas di jalanan kota ini. Mereka telah sibuk dengan kegiatan masing-masing, dan seperti itu juga aku. Jarang aku menyempatkan diri untuk bertemu dan bersilaturahim dengan mereka, meski melalui sms atau mengirimkan salam lewat teman. Maafkan aku kawan.
Seperti siang ini, aku masih duduk di depan komputer. Pekerjaanku tidaklah sedang banyak. Tetapi aku enggan untuk keluar dan menemui teman-teman lama. Ah, kenapa aku jadi bersikap seperti ini. Mungkinkah aku tidak lagi menganggap mereka adalah saudara lagi. Karena mereka kini telah memilih jalan yang lain untuk berjuang dan mencari keridhoan Allah.
Dari mereka aku banyak belajar. Dari mereka aku banyak berguru dan dari mereka aku mengenal jalan dakwah ini. Jalan yang diujungnya adalah Surga dan keridhoan Allah. Jalan yang menuju keakhirnya dipenuhi dengan duri-duri tajam, kerikil-kerikil terjal dan batu-batu besar bahkan mungkin juga jurang yang curam.
Aku yang suka mengeluh saat ada sentilan ujian dalam mengarungi jalan ini, mendapatkan sebuah telaga ketenangan saat mereka datang dan berkata ”Sabar ya Akhi”. Cukup kata sabar saja pikirku. Kenapa harus sabar?. Tidak ada jawaban yang membuatku mengerti. Tetapi baru aku tahu kesabaranlah yang membuat mereka seperti itu. Tidak ada bentuk lain dimulut mereka kecuali senyuman yang tetap terkembang dalam setiap keadaan. Allah, Aku rindu dengan senyuman mereka.
Mereka bersama senyumnya kini tidak lagi mewarnai dakwah di jalan ini. Mereka telah mengambil jalan lain untuk menyambut keberkahan dan keridhoan Allah. Jalan yang mereka yakini. Kebersamaan dengan mereka tak lagi ada. Kesabaran yang mereka tunjukkan tak lagi dapat kulihat. Hanya ingatan tentang mereka saja yang akan tetap tinggal bersama jalan yang pernah mereka lalui.
Kini aku masih disini, bersama mereka yang lain. Mereka yang juga mengajarkan kesabaran, keikhlasan serta senyuman yang lain. Senyum yang akan tetap terkembang selama bersanding dengan harapan dan cita-cita yang tinggi. Harapan yang akan membawaku kepada ridho Allah. Cita-cita yang akan menempatkanku disurga-Nya. Wallahu a’lam.

Cijawa, 09 Maret 2007
Saat malaikat berganti tugas jaga

Deception Point


Judul Buku : Deception Point
Penulis : Dan Brown
Penerbit : Serambi
Penerjemah : Isma B. Koesalamwardi dan Hendry M. Tanaja
Cetakan : III, November 2006
ISBN : 979-1112-50-9


Buku keempat Dan Brown, Deception Point (Tituk Muslihat). Thriller menegangkan. Diluar perkiraan pikiran masyarakat kebanyakan.

Membacanya membuat kepalaku pening tujuh keliling. Banyak istilah-istilah yang sulit dimengerti. Novel ini sangat cocok dengan orang lulusan kelautan. Ceritanya mengeksplorasi dunia bawah laut di Benua Antartika. Benua tanpa penghuni dengan hamparan putih salju abadi.
Alur yang cepat dan meloncat-loncat masih menjadi ciri khas karya-karya Dan Brown. Cerita yang berpindah-pindah dari keganasan badai salju antartika hingga hingar bingarnya perebutan kekuasaan Presiden Amerika Serikat. Segala macam cara digunakan untuk meebut kekuasaan, meski harus mengorbankan keluarga dan orang-orang tidak berdosa. Mereka menjadi korban kepentingan kelompok elit yang haus kekuasaan. Tidak ada lagi hubungan darah atau pertemanan yang ada adalah rivalitas. So, tidak bakalan rugi baca novel ini.
Pesatnya perkembangan teknologi ketika tidak diimbangi dengan tingginya moral. Akibatnya teknologi menjadi algojo-algojo haus darah yang siap kapan dan dimanapun untuk menghabisi musuh-musuhnya. Apalagi ketika teknologi berpadu dengan kepentingan politik, maka lengkaplah penderitaan masyarakat. Seperti yang diceritakan dalam novel ini, banyak fakta yang mencengangkan dan diluar perkiraan masyarakat dunia. Amerika Serikat bisa jadi sudah atau akan memiliki persenjataan super canggih. Fakta tersebut mereka coba tutup-tutupi dengan banyak alasan. Lagi-lagi alasan keamanan negara. Sebenarnya keamanan negara ataukah ketakutan mereka, jika teknologi mereka mampu disamai oleh negara lain dan kemudian digunakan untuk melawan mereka. Sungguh ketakutan yang menjadi-jadi.
Di dalam politik, sukar membedakan antara orang jujur dengan orang licik. Intrik kekuasaan menjadi sesuatu yang biasa dan harus dilakukan oleh siapapun yang masuk ke dalamnya. Menghilangkan nyawa manusia adalah cara yang biasa dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan. Sehingga tiada kepercayaan yang patut diberikan kepada siapapun. Skandal seks pun kerap dijadikan senjata, guna menghancurkan lawan politik.
Politik tanpa etika adalah politik yang kerap kita lihat dan dengarkan dari para politisi. Mereka seolah telah kehilangan etika atau memang telah kehilangan. Mereka tidak lagi malu berbuat apa saja meski hal tersebut bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Meski kita juga tidak menafikkan masih ada diantara politisi tersebut yang masih bersih dan berani berjuang demi rakyat. Tetapi jumlah mereka sedikit sehingga suara mereka seperti kata iklan mobil ‘nyaris tidak terdengar’. Rakyat telah kehilangan lidah mereka untuk berteriak lantang mengungkapkan penderitaannya. Tidak ada lagi kehidupan sejahtera yang ada adalah kemiskinan yang merajalela.
Diam. Saat ini bukan saatnya lagi rakyat diam terhadap kedzaliman. Karena sekarang adalah saat perlawanan. Rakyat harus tercerahkan. Rakyat harus tersadarkan. Bagi mereka yang masih berdiam diri, kini saatnya mengambil peran dalam kehidupan. Berkarya dan berguna atau Mati tanpa guna. Wallahu a’lam.

Cijawa, 09 Maret 2007
Saat matahari siang terasa sejuk.

Monday, March 5, 2007

Berburu Buku


Fuiih, Capek. Muter-muter hampir setengah hari di Pesta Buku menyambut HUT kota CIlegon di Mayofield Mall. Stand-stand buku tumplek disana. Dari mulai penerbit besar hingga toko buku. Harga-harganya lumayan bersaing. Ada diskonnya juga sampe 70 %. So, siapa yang tak tertarik.
Sebenernya, pada tanggal yang sama yakni tanggal 3 – 11 Maret ini ada Pameran buku juga di Istora Senayan, Islamic Book Fair 2007. pengen juga sih datang kesana, tapi setelah kupikir-pikir biaya yang kukeluarkan bisa dua kali lipat. Ongkos bolak-baliknya saja bisa seratus ribu. kalo disana hanya belanja lima puluh ribu, bisa tekor bandar. Jadinya aku mutusin ke pameran buku yang di Cilegon saja. Ongkos bisa ditekan sampe sepuluh ribu rupiah naik bus ¾. Hasilnya belanja buku bisa lebih banyak.
Hari ini aku beli beberapa buku. 2 buku baru dan 4 buku terbitan lama. Tapi kondisinya masih baik. Jadi aku tetap ga nyesel. Saat jalan-jalan kesalah satu stand, aku tertarik dengan beberapa buku, terutama buku-buku tentang pemrograman komputer. Tetapi, berhubung anggaran belanja bukuku sudah habis, aku ga beli dech. Malah sebenernya anggaran beli buku bulan ini, sudah ada yang diambil bulan kemarin.
Setiap kali datang ke toko buku atau ke pameran buku, keinginan membeli buku pasti terus ada padahal belum tentu aku butuh buku atau malah sedang tidak punya duit. Kadang-kadang sampe harus pinjem dulu atau anggaran lain yang dipangkas. ah, Madang aku ga rasional juga.
Ngomong-ngomong soal buku, Ngoleksi buku adalah hobiku, punya perpustakaan pribadi adalah mimpi hidupku. Setiap main kerumah para ustadz, aku iri melihat tumpukan buku-buku mereka. Dengan semangat aku bicara bahwa koleksi bukuku harus lebih banyak dari mereka. Dan insya Allah kubuktikan.
Mulai sebulan yang lalu aku mulai menerapkan target membaca buku. Dalam sehari aku harus dapat membaca antara 150 – 200 halaman. Kemudian membuat resensi atau pendapatku tentang buku yang kubaca. Aku akan berusaha menularkan kebiasaan membaca ini kesemua orang agar otak-otak mereka jangan sampe kosong melompong. Ok doain yach!
Serang, Dipenghujung malam. 05 Maret 2007

Anugerah Terindah


Judul : Kutemukan Engkau disetiap Tahajudku
Penulis : Desi Puspitasari
Penerbit : Hikmah, Jakarta Selatan
Cetakan : Pertama, Oktober 2006
Hal : 181 hal

Membaca novel Kutemukan Engkau disetiap Tahajjudku, aku teringat dengan dengan film dan sinetron Kiamat Sudah Dekat yang dibintangi oleh Deddy Mizwar, Andre Taulany serta Zaskia A. Mecca. Kisah tentang seorang pemuda bengal yang mencintai seorang gadis berjilbab. Bedanya, kedua tokoh pada novel ini sudah saling mengenal satu sama lain sejak mereka masih memakai seragam putih biru.
Aku kadang tersenyum dan kadang ada bias air di pelupuk mata ketika membaca novel ini. Perasaan yang sama kualami juga saat menonton sinetron Kiamat Sudah Dekat. Tetapi tetap saja ada perbedaannya. Jika saja penulisnya membuat persis seperti Sinetron KSD, tentu para pembaca novel ini akan menyebutnya sebagai penjiplak. Semoga saja mba’ Desi mengambil ruh cerita dari KSD yang kemudian dibuatnya menjadi novel ini.
Cerita novel yang dibedah saat acara Milad ke-10 FLP bersama 9 novel lain ini, sebenarnya tidak menawarkan sesuatu yang baru tentang makna cinta. Malah menurutku, agak cengeng. Contohnya tokoh Dewa yang melampiaskan sakit hatinya karena ditolak Airin dengan mabuk-mabukkan. sungguh cinta yang tidak dewasa. Awal aku membeli novel ini kukira akan mendapatkan sesuatu hal yang menghentak dan unik. Ternyata perkiraanku meleset karena alur cerita yang ditawarkan novel ini datar-datar saja dan mudah ditebak ending-nya, yakni pertobatan dan mendapatkan cinta orang yang dicintai.
Selanjutnya, Antara judul di kulit muka dan ceritanya agak sedikit kurang klop. Agus sebagai tokoh sentral yang awalnya digambarkan bersifat keras dan bengal yang kemudian pada akhir cerita bertobat tetapi tidak digambarkan bagaimana dia mengalami pergulatan spiritual untuk menuju pertobatannya. Penulis seakan lupa tentang pesan yang hendak disampaikan. Jika judulnya Kutemukan Engkau dalam Setiap Tahajjudku, maka menurut saya pergulatan spiritual yang dieksplorasi lebih dalam. tokoh Agus hanya diceritakan bertobat atau tepatnya agak sadar setelah cintanya ditolak Airin dan kemudian disusul oleh kematian ibunya.
Konflik-konflik yang terjadi disepanjang novel ini, kurang digarap dengan matang. Penulis terlihat lebih nyaman dengan hanya menceritakan kisah cinta segitiga antara Agus, Airin dan Dewa. Penulis juga lupa memberikan alasan kenapa Airin memilih Agus selain dia adalah cinta masa kecilnya. Penulis juga tidak mengeksplorasi pergumulan spiritual ayah Agus yang tiba-tiba sadar telah banyak meninggalkan keluarga demi pekerjaan. Jadi para pembaca jangan mengharapkan menemukan kejutan-kejutan dinovel ini. Tetapi sebagai bacaan, buku ini layak juga dibaca.
Akhirnya saya hanya bisa menuliskan hal ini untuk mereka yang belum beruntung mendapatkan cinta dari orang yang dicintai :
”Mengenalmu adalah anugerah terindah dari Allah untukku. Tidak boleh ada sedih ketika cinta tidak bisa memiliki. Karena ada cinta lain yang lebih besar telah menanti untuk mendekap jiwa.” Wallahu a’lam.

Serang, saat bumi basah berkat karunia-Nya. 05 Maret 2007