Jalanan kembali lengang, meski sesekali terdengar suara kendaraan menderu menyeruak tabir kegelapan. Sajadah merah tak lagi menangis, sang tuan tak lagi mengaliri dengan air matanya yang kini serasa telah kering.
Perjalanan dakwah ini telah jauh meninggalkan terminalnya, sedang tujuan belum lagi kelihatan. Sementara jalanan tidak lagi menunjukkan keramahannya. Onak dan duri silih berganti memecahkan roda-roda perjalanan. Sementara tubuh tak lagi kuasa menahan kelelahan.
Kejenuhan kembali menghinggapi jiwa, menghancurkan hamasah yang dulu membaja. Amanah-amanah dakwah mulai terlalaikan karena kemapanan. Pertemuan pekanan seakan menjadi rutinitas yang cenderung membosankan. Rapat-rapat dakwah menjadi perjumpaan hambar tanpa keputusan.
Allah .. hati ini telah membatu, mata ini tak lagi dapat menangis mendengar lantunan asma-Mu. Lidah pun terasa kelu tuk mengucap kalam-Mu. Sementara tangan ini semakin enggan mengajarkan kebaikan, dan kaki ini kian berat untuk kulangkahkan. Amalan pun semakin lama semakin terasa semu ..
Allah .. badai ini kian ganas mengamuk, menyesatkan hati di gurun pasir. Sendiri dan terasing, menapak padang gersang. Oase belum lagi terlihat, hembusannya pun belum lagi mendekat. Sementara hati kian haus akan tetesan cahaya-Mu.
Allah .. hamasah yang dulu mendidih, menderu nyaring laksana ombak dilautan, melompat dan melesat di ketinggian, seakan tinggal kenangan. Tiada lagi gairah dan rindu yang membumbung tinggi. Perjalanan terasa semakin lambat, kalah oleh seekor kura-kura yang sedang mengejar kelinci. Sementara sang serigala semakin leluasa memakan mangsa dan berlari.
Namun diri ini semakin enggan untuk bangkit, bersegera maju ke atas gelanggang, menyingkirkan waktu luang, mendahului roda zaman, bergabung bersama kafilah-kafilah perjuangan. Cercaan demi cercaan kian nyaring terdengar, mengaum dari dekat dan kejauhan. Tetapi diri ini masih tetap terbuai, bergelimang dengan nafsu dan godaan.
Akankah diri ini seperti Abu Bakar yang diakhirat kelak dipanggil oleh kedelapan pintu surga, karena semangatnya yang membara untuk senantiasa beribadah. Atau laksana Utsman yang berkali-kali membeli jiwanya dari Allah SWT. Atau seperti Ali yang merasa cukup dengan memakan roti kasar dan baju sederhana. Ataukah laksana Umar yang rela membuka mata siang bahkan malam hanya untuk dapat merasakan kemesraan dengan sang Rabb Maha Pencipta.
Jika hari ini fajar kembali merekah, keuntungan atau kerugiankah yang kulihat. Malam-malam kulalui hanya berteman bantal yang melenakan, hari-hari pun bersahabat dengan kecemasan dan kesia-siaan. Akankah bahagia datang dihati dan jiwa, saat ia sedang merana. Mungkinkah kegembiraan datang menghampiri, saat resah, putus asa, tiada terperi.
Allah, akankah diri ini Engkau maafkan, saat ketaatan tiada lagi kurasakan, saat ketundukan tiada lagi kuwujudkan. Allah, Engkau maha mengetahui sedalam apakah keimanan, dan Engkaulah jua pemberi ketenangan. Jadikanlah hati ini menara-menara tinggi yang menerima cahaya dari langit. Dan jangan Engkau jadikan diri ini tertinggal dikejauhan oleh para penyeru kebenaran.
Perjalanan dakwah ini telah jauh meninggalkan terminalnya, sedang tujuan belum lagi kelihatan. Sementara jalanan tidak lagi menunjukkan keramahannya. Onak dan duri silih berganti memecahkan roda-roda perjalanan. Sementara tubuh tak lagi kuasa menahan kelelahan.
Kejenuhan kembali menghinggapi jiwa, menghancurkan hamasah yang dulu membaja. Amanah-amanah dakwah mulai terlalaikan karena kemapanan. Pertemuan pekanan seakan menjadi rutinitas yang cenderung membosankan. Rapat-rapat dakwah menjadi perjumpaan hambar tanpa keputusan.
Allah .. hati ini telah membatu, mata ini tak lagi dapat menangis mendengar lantunan asma-Mu. Lidah pun terasa kelu tuk mengucap kalam-Mu. Sementara tangan ini semakin enggan mengajarkan kebaikan, dan kaki ini kian berat untuk kulangkahkan. Amalan pun semakin lama semakin terasa semu ..
Allah .. badai ini kian ganas mengamuk, menyesatkan hati di gurun pasir. Sendiri dan terasing, menapak padang gersang. Oase belum lagi terlihat, hembusannya pun belum lagi mendekat. Sementara hati kian haus akan tetesan cahaya-Mu.
Allah .. hamasah yang dulu mendidih, menderu nyaring laksana ombak dilautan, melompat dan melesat di ketinggian, seakan tinggal kenangan. Tiada lagi gairah dan rindu yang membumbung tinggi. Perjalanan terasa semakin lambat, kalah oleh seekor kura-kura yang sedang mengejar kelinci. Sementara sang serigala semakin leluasa memakan mangsa dan berlari.
Namun diri ini semakin enggan untuk bangkit, bersegera maju ke atas gelanggang, menyingkirkan waktu luang, mendahului roda zaman, bergabung bersama kafilah-kafilah perjuangan. Cercaan demi cercaan kian nyaring terdengar, mengaum dari dekat dan kejauhan. Tetapi diri ini masih tetap terbuai, bergelimang dengan nafsu dan godaan.
Akankah diri ini seperti Abu Bakar yang diakhirat kelak dipanggil oleh kedelapan pintu surga, karena semangatnya yang membara untuk senantiasa beribadah. Atau laksana Utsman yang berkali-kali membeli jiwanya dari Allah SWT. Atau seperti Ali yang merasa cukup dengan memakan roti kasar dan baju sederhana. Ataukah laksana Umar yang rela membuka mata siang bahkan malam hanya untuk dapat merasakan kemesraan dengan sang Rabb Maha Pencipta.
Jika hari ini fajar kembali merekah, keuntungan atau kerugiankah yang kulihat. Malam-malam kulalui hanya berteman bantal yang melenakan, hari-hari pun bersahabat dengan kecemasan dan kesia-siaan. Akankah bahagia datang dihati dan jiwa, saat ia sedang merana. Mungkinkah kegembiraan datang menghampiri, saat resah, putus asa, tiada terperi.
Allah, akankah diri ini Engkau maafkan, saat ketaatan tiada lagi kurasakan, saat ketundukan tiada lagi kuwujudkan. Allah, Engkau maha mengetahui sedalam apakah keimanan, dan Engkaulah jua pemberi ketenangan. Jadikanlah hati ini menara-menara tinggi yang menerima cahaya dari langit. Dan jangan Engkau jadikan diri ini tertinggal dikejauhan oleh para penyeru kebenaran.
Dikeheningan malam tafakur dikesyahduan
merindui janji-Mu Tuhan bantuan diperjuangan
Kuteteskan air mata taubat segala dosa
Moga terangkat penghijab kalbu antara Kau dan aku
Ya Allah, ya Tuhanku ku sujud pada kudrat-Mu
Ku serahkan jiwa ragaku pada takdir iradah-Mu
Pimpinlah daku dalam ridha-Mu Kasihi daku dalam Rahmat-Mu
Hanya Pada-Mu aku mengadu Ya Allah Ya Tuhanku
Allah .. kan kupilih jalan ini, jalan yang penuh onak dan duri, jalan yang telah dilalui oleh para Rasul dan Nabi. Jalan yang keindahannya melebihi untaian puisi, harumnya melebihi wangi kesturi. Jalan yang dilangit sana menunggu para bidadari suci, yang kan menyongsong dengan berlari-lari.
Lemahlah bagi yang ingin lemah,
mundurlah bagi yang tidak kuat bertahan,
seandainya semua sepakat untuk berhenti mengusung kemuliaan ini,
aku kan tetap disini bersama Rabbku,
sampai kemenangan menjadi nyata atau syahid muliakanku…!!!
Ruangan pun kembali senyap, sesenyap hati yang sedang rapuh.
Nb.
Teruntuk hati yang sedang rapuh dan mengalami jenuh dikafilah ini.Terima kasih untuk seorang kawan atas taushiahnya, baru ku mengerti apa arti taushiyah itu untukku.
M. Afzan
Serang, 14 Mei 2005