Katakanlah, "Inilah jalanku, aku mengajak kalian kepada Allah dengan bashiroh, aku dan pengikut-pengikutku - mahasuci Allah, dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik" (Q.S. Yusuf:108).
Jalan dakwah panjang terbentang jauh ke depan Duri dan batu terjal selalu mengganjal, lurah dan bukit menghadang Ujungnya bukan di usia, bukan pula di dunia Tetapi Cahaya Maha Cahaya, Syurga dan Ridha Allah Cinta adalah sumbernya, hati dan jiwa adalah rumahnya Pergilah ke hati-hati manusia ajaklah ke jalan Rabbmu Nikmati perjalanannya, berdiskusilah dengan bahasa bijaksana Dan jika seseorang mendapat hidayah karenamu Itu lebih baik dari dunia dan segala isinya...
Pergilah ke hati-hati manusia ajaklah ke jalan Rabbmu
Jika engkau cinta maka dakwah adalah faham
Mengerti tentang Islam, Risalah Anbiya dan warisan ulama Hendaknya engkau fanatis dan bangga dengannya Seperti Mughirah bin Syu'bah di hadapan Rustum Panglima Kisra.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah ikhlas
Menghiasi hati, memotivasi jiwa untuk berkarya Seperti Kata Abul Anbiya, "Sesungguhnya sholatku ibadahku, hidupku clan matiku semata bagi Rabb semesta" Berikan hatimu untuk Dia, katakan "Allahu ghayatuna".
Jika engkau cinta maka dakwah adalah amal
Membangun kejayaan ummat kapan saja dimana saja berada yang bernilai adalah kerja bukan semata ilmu apalagi lamunan Sasarannya adalah perbaikan dan perubahan, al ishlah wa taghyir Dari diri pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara Bangun aktifitas secara tertib tuk mencapai kejayaan.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah jihad
Sungguh-sungguh di medan perjuangan melawan kebatilan. Tinggikan kalimat Allah rendahkan ocehan syaitan durjana. Kerja keras tak kenal lelah adalah rumusnya, Tinggalkan kemalasan, lamban, dan berpangku tangan.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah ta'at
Kepada Allah dan Rasul, Alqur-an dan Sunnahnya serta orang-orang bertaqwa yang tertata Taat adalah wujud syukurmu kepada hidayah Allah karenanya nikmat akan bertambah melimpah penuh berkah.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tadhhiyah (pengorbanan)
Bukti kesetiaan dan kesiapan memberi, pantang meminta Bersedialah banyak kehilangan dengan sedikit menerima Karena yang disisi Allah lebih mulia, sedang di sisimu fana belaka Sedangkan tiap tetes keringat berpahala lipat ganda
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tsabat (keteguhan)
Hati dan jiwa yang tegar walau banyak rintangan Buah dari sabar meniti jalan, teguh dalam barisan
Istiqomah dalam perjuangan dengan kaki tak tergoyahkan Berjalan lempang jauh dari penyimpangan
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tajarrud (pembersihan diri)
Ikhlas di setiap langkah menggapai satu tujuan Padukan seluruh potensimu, libatkan dalam jalan ini Engkau da'i sebelum apapun adanya engkau Dakwah tugas utamamu sedang lainnya hanya selingan
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tsiqoh (kepercayaan)
Kepercayaan yang dilandasi iman suci penuh keyakinan Kepada Allah, Rasul, Islam, Qiyadah (pimpinan) dan Junudnya (yang dipimpin) Hilangkan keraguan dan pastikan kejujurannya... Karena inilah kafilah kebenaran yang penuh berkah
Jika engkau cinta maka dakwah adalah ukhuwwah (persaudaraan)
Lekatnya ikatan hati berjalin dalam nilai-nilai persaudaraan Bersaudaralah dengan muslimin sedunia, utamanya mukmin mujahidin Lapang dada merupakan syarat terendahnya, itsar bentuk tertingginya Dan Allah yang mengetahui menghimpun hati-hati para da'i dalam cinta-Nya berjumpa karena taat kepada-Nya Melebur satu dalam dakwah ke jalan Allah, saling berjanji untuk menolong syariat-Nya. BERDA'WAH DENGAN HATI, AKAL DAN JASAD
"Saya sudah tidak sanggup lagi. Mendingan saya mengundurkan diri..,"
Demikian bisikan seorang akhwat di tengah rapat yang berlangsung emosional. Suara ikhwan di balik hijab pun kian tinggi saja, bersahut-sahutan dengan sanggahan seorang akhwat senior di sisi lain. Menjelang hari-H, masih banyak pekerjaan panitia yang belum tuntas. Bagi segelintir panitia, P4L (pergi pagi, pulang pagi lagi)tampaknya menjadi suatu kemestian. Dan hari itu tibalah. Jumlah peserta melebihi target dan seluruh pendukung acara hadir. Alhamdulillah. Acara selesai dan dianggap lumayan sukses walau menyisakan hutang hingga bilangan jutaan. Ba'da itu, sebagaimana tiap usai kegiatan diadakanlah muhasabah. "Mari bersama-sama kita lapangkan dada serta membuang semua prasangka yang bisa merusak keikhlasan hati. Hendaknya selesai dari sini, kita semakin dikuatkan, semakin kokoh sebagai rijalud da'wah. Bukan sebaliknya...", demikian ikhwan yang bertindak sebagai Steering Committee (SC). Sore itu masing-masing panitia bersalaman, berpelukan, sebagian menangis tersedu-sedu. Esoknya, hanya selang sehari pasca kegiatan, gumam-gumam kesal antar panitia masih kerap terdengar. "Abis dia yang berjam-jam nelepon lewat HP, eh malah malah kita yang disuruh kerja keras nalangin pulsanya. Kok enak bangeet?...", demikian celoteh salah seorang panitia yang kebetulan diamanahkan di seksi usaha dana. Ataupun seorang ikhwan yang sampai bertekad "Ana lebih baik mundur, selama masih ada si X di kelembagaan ini!", Masya Allah, kemana menguapnya prinsip sabar, iapang dada, tsiqoh, saling bertausyiah..... semua prinsip yang indah-indah itu? Ini bukan penggalan fiksi dan sebenarnya kisah di atas masih panjang lagi. Kasus-kasus klasik tentang kerja yang terdistribusikan hanya pada sedikit orang, oknum panitia yang tidak amanah, gesekan-gesekan antar personal dan seterusnya tak lupa ikut menghiasi kinerja kepanitiaan itu. Singkatnya taujihat SC serta airmata yang mengalir ternyata masih menyisakan rasa gondok dan dongkal yang akibatnya fatal: ukhuwah yang cacat. Belum lagi bicara tentang "pendzoliman" terhadap keluarga, orang tua dan saudara-saudara di rumah yang juga harus sering menahan kedongkolan karena jomplangnya perhatian sang aktivis terhadap dakwah di luar rumah dengan perhatian terhadap keluarga. Belum lagi ancaman mengulang mata kuliah tertentu gara-gara sering ditingggal rapat manakala pada saat yang sama terngiang-ngiang jargon : "Aktivis ngga boleh punya IPK tipis!" Kalau sudah begini, alih-alih mensugesti diri dengan kalimah tauhid "innallaha ma'ashoobiriin" bisa-bisa yang terucap malah : Pusiiiiing!..."
AI-Insaan
Prinsip AI-Insaan yang kita pahami adalah bahwa setiap manusia punya tiga potensi : hati (ruh), otak (akal), dan jasad. Kelengkapan tiga potensi ini merupakan syarat mutlak bagi seseorang agar berdaya secara utuh. Walaupun konsep ini sudah jadi santapan sejak awal tarbiyah, namun realisasinya memang tak seindah dan semudah yang dibayangkan. Tuntutan untuk bisa menjadi da'I yang itqon (profesional) dan cerdas berbarengan dengan tuntutan untuk menjaga hubungan antarmanusia.
Pada saat seorang da'I terjun dalam aktivitas da'wah ammah, itqonul amal (profesionalisme) tampaknya memang menjadi keniscayaan. Berbekal hamasah (semangat) untuk meninggikan izzah diennya, profesionalisme menjadi kata yang ditulis besar-besar dalam buku agenda. Walau demikian, jangan lupa bahwa da'I yang notabene adalah manusia, bekerja dengan manusia pula. Dan tidak semua tipikal manusia bisa bekerja secara otomatis layaknya mesin. Ada manusia-manusia yang amat perasa dan ada juga yang sangat teoritis. Ada yang unggul dalam penguasaan fikroh, ada yang unggul dalam rutinitas ibadah mahdah. Begitu seterusnya. Begitu beragamnya manusia, hatta manusia yang sama-sama tertarbiyah. Anyway once again, basiccaly all human beings need to filled in those three potentions. Semuanya butuh asupan untuk memenuhi keseimbangan fungsi-fungsinya. Maka, manakala seorang da'I menjadi "mati rasa", menjadi sedemikian mekanis layaknya mesin, ia perlu ingat bahwa mesinpun butuh pelumas.
Kesuksesan sebuah amal dakwah, taruhlah sebagaimana kegiatan pada kisah di atas, tidak dapat diukur hanya dari variabel-variabel yang kasat mata. Membludaknya peserta atau peliputan berbagai media massa tidak cukup menjadi indikator sukses sebuah amal dakwah apabila menyisakan hubungan yang retak.
Ukhuwahlah yang seharusnya menjadi mesin itu. Dan ukhuwah, sangat terkait dengan ikatan hati (ta'liful quluub), terkait dengan kemampuan untuk berhubungan secara interpersonal. Sedangkan kekuatan hati itu tergantung pada quwwatus sillah billah (kekuatan hubungan hamba dengan Robnya).
Demikian pula, da'I tidak bisa berkutat pada hubungan hubungan interpersonal semata dengan mengabaikan kerja-kerja teknis yang dibutuhkan bagi sebuah seminar misalnya, atau pementasan, atau akal, atau apapun jua agar menjadi sebuah kegiatan yang layak. Kegiatan itu tah juga butuh pasukan yang jiddiyah (sungguh-sungguh) mencari dana, menyebarkan publikasi, menata setting acara, dan kerja-kerja operasional lainnya. Semestinya tidak ada potensi manusiawi yang terdzholimi demi memenuhi yang lain. Menzholimi hati bisa berakibat turut terzholiminya fikri dan jasmani. Berharap bisa profesional, namun mengesampingkan kedekatan hati, baik antar personal maupun dengan kholiknya, maka rasa-rasanya itupun termasuk kezholiman.
Ketawazunan Jama'I
Oleh karena itu dalam setiap aktivitas yang melibatkan insaan, sekompleks apapun kondisinya, seberagam apapun kasusnya, Insyaallah akan menjadi aktivitas yang sukses tidak saja secara lahiriah namun juga kesuksesan yang hakiki, asal masing-masing dari ketiga potensi itu dipenuhi kebutuhannya secara adil dan bukankah justru itu itqonul amal (profesionalisme) yang sesungguhnya. Dengan begitu, konsep ketawazunan dalam AI-Insaan hendaknya difahami sebagai konsep yang tidak berlaku fardhi atau bagi arang per orang saja, namun lebih kompleks lagi juga berlaku di dalam sebuah sistem amal jama'i.
Yakinlah bahwa teori yang indah di atas kertas itu juga bisa terwujud di lapangan bila bila setiap da'I tidak hanya ta'at mengikuti ta'limatnya, melainkan juga ta'at menjalankannya. Bila pendzholiman demi pendzholiman ini masih terjadi juga, maka mungkin di sela-sela kepenatan beraktivitas dakwah, kita perlu berkonsentrasi sejenak. Perlu membuka-buka lagi lembaran buku-buku kajian kita, dan tentunya juga membuka mata dan hati kita. Sebagaimana jingle Man sebuah kopi instant "buka mata, buka hati, buka pikiran...". "Sesungguhnya bersama kesulitan itu selalu ada kemudahan". Wallahu'alam bishshowaab. (Oleh : Agung Gurnita, Tarbawi Edisi 8 Th.l 30 April 2000M)
Jalan dakwah panjang terbentang jauh ke depan Duri dan batu terjal selalu mengganjal, lurah dan bukit menghadang Ujungnya bukan di usia, bukan pula di dunia Tetapi Cahaya Maha Cahaya, Syurga dan Ridha Allah Cinta adalah sumbernya, hati dan jiwa adalah rumahnya Pergilah ke hati-hati manusia ajaklah ke jalan Rabbmu Nikmati perjalanannya, berdiskusilah dengan bahasa bijaksana Dan jika seseorang mendapat hidayah karenamu Itu lebih baik dari dunia dan segala isinya...
Pergilah ke hati-hati manusia ajaklah ke jalan Rabbmu
Jika engkau cinta maka dakwah adalah faham
Mengerti tentang Islam, Risalah Anbiya dan warisan ulama Hendaknya engkau fanatis dan bangga dengannya Seperti Mughirah bin Syu'bah di hadapan Rustum Panglima Kisra.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah ikhlas
Menghiasi hati, memotivasi jiwa untuk berkarya Seperti Kata Abul Anbiya, "Sesungguhnya sholatku ibadahku, hidupku clan matiku semata bagi Rabb semesta" Berikan hatimu untuk Dia, katakan "Allahu ghayatuna".
Jika engkau cinta maka dakwah adalah amal
Membangun kejayaan ummat kapan saja dimana saja berada yang bernilai adalah kerja bukan semata ilmu apalagi lamunan Sasarannya adalah perbaikan dan perubahan, al ishlah wa taghyir Dari diri pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara Bangun aktifitas secara tertib tuk mencapai kejayaan.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah jihad
Sungguh-sungguh di medan perjuangan melawan kebatilan. Tinggikan kalimat Allah rendahkan ocehan syaitan durjana. Kerja keras tak kenal lelah adalah rumusnya, Tinggalkan kemalasan, lamban, dan berpangku tangan.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah ta'at
Kepada Allah dan Rasul, Alqur-an dan Sunnahnya serta orang-orang bertaqwa yang tertata Taat adalah wujud syukurmu kepada hidayah Allah karenanya nikmat akan bertambah melimpah penuh berkah.
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tadhhiyah (pengorbanan)
Bukti kesetiaan dan kesiapan memberi, pantang meminta Bersedialah banyak kehilangan dengan sedikit menerima Karena yang disisi Allah lebih mulia, sedang di sisimu fana belaka Sedangkan tiap tetes keringat berpahala lipat ganda
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tsabat (keteguhan)
Hati dan jiwa yang tegar walau banyak rintangan Buah dari sabar meniti jalan, teguh dalam barisan
Istiqomah dalam perjuangan dengan kaki tak tergoyahkan Berjalan lempang jauh dari penyimpangan
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tajarrud (pembersihan diri)
Ikhlas di setiap langkah menggapai satu tujuan Padukan seluruh potensimu, libatkan dalam jalan ini Engkau da'i sebelum apapun adanya engkau Dakwah tugas utamamu sedang lainnya hanya selingan
Jika engkau cinta maka dakwah adalah tsiqoh (kepercayaan)
Kepercayaan yang dilandasi iman suci penuh keyakinan Kepada Allah, Rasul, Islam, Qiyadah (pimpinan) dan Junudnya (yang dipimpin) Hilangkan keraguan dan pastikan kejujurannya... Karena inilah kafilah kebenaran yang penuh berkah
Jika engkau cinta maka dakwah adalah ukhuwwah (persaudaraan)
Lekatnya ikatan hati berjalin dalam nilai-nilai persaudaraan Bersaudaralah dengan muslimin sedunia, utamanya mukmin mujahidin Lapang dada merupakan syarat terendahnya, itsar bentuk tertingginya Dan Allah yang mengetahui menghimpun hati-hati para da'i dalam cinta-Nya berjumpa karena taat kepada-Nya Melebur satu dalam dakwah ke jalan Allah, saling berjanji untuk menolong syariat-Nya. BERDA'WAH DENGAN HATI, AKAL DAN JASAD
"Saya sudah tidak sanggup lagi. Mendingan saya mengundurkan diri..,"
Demikian bisikan seorang akhwat di tengah rapat yang berlangsung emosional. Suara ikhwan di balik hijab pun kian tinggi saja, bersahut-sahutan dengan sanggahan seorang akhwat senior di sisi lain. Menjelang hari-H, masih banyak pekerjaan panitia yang belum tuntas. Bagi segelintir panitia, P4L (pergi pagi, pulang pagi lagi)tampaknya menjadi suatu kemestian. Dan hari itu tibalah. Jumlah peserta melebihi target dan seluruh pendukung acara hadir. Alhamdulillah. Acara selesai dan dianggap lumayan sukses walau menyisakan hutang hingga bilangan jutaan. Ba'da itu, sebagaimana tiap usai kegiatan diadakanlah muhasabah. "Mari bersama-sama kita lapangkan dada serta membuang semua prasangka yang bisa merusak keikhlasan hati. Hendaknya selesai dari sini, kita semakin dikuatkan, semakin kokoh sebagai rijalud da'wah. Bukan sebaliknya...", demikian ikhwan yang bertindak sebagai Steering Committee (SC). Sore itu masing-masing panitia bersalaman, berpelukan, sebagian menangis tersedu-sedu. Esoknya, hanya selang sehari pasca kegiatan, gumam-gumam kesal antar panitia masih kerap terdengar. "Abis dia yang berjam-jam nelepon lewat HP, eh malah malah kita yang disuruh kerja keras nalangin pulsanya. Kok enak bangeet?...", demikian celoteh salah seorang panitia yang kebetulan diamanahkan di seksi usaha dana. Ataupun seorang ikhwan yang sampai bertekad "Ana lebih baik mundur, selama masih ada si X di kelembagaan ini!", Masya Allah, kemana menguapnya prinsip sabar, iapang dada, tsiqoh, saling bertausyiah..... semua prinsip yang indah-indah itu? Ini bukan penggalan fiksi dan sebenarnya kisah di atas masih panjang lagi. Kasus-kasus klasik tentang kerja yang terdistribusikan hanya pada sedikit orang, oknum panitia yang tidak amanah, gesekan-gesekan antar personal dan seterusnya tak lupa ikut menghiasi kinerja kepanitiaan itu. Singkatnya taujihat SC serta airmata yang mengalir ternyata masih menyisakan rasa gondok dan dongkal yang akibatnya fatal: ukhuwah yang cacat. Belum lagi bicara tentang "pendzoliman" terhadap keluarga, orang tua dan saudara-saudara di rumah yang juga harus sering menahan kedongkolan karena jomplangnya perhatian sang aktivis terhadap dakwah di luar rumah dengan perhatian terhadap keluarga. Belum lagi ancaman mengulang mata kuliah tertentu gara-gara sering ditingggal rapat manakala pada saat yang sama terngiang-ngiang jargon : "Aktivis ngga boleh punya IPK tipis!" Kalau sudah begini, alih-alih mensugesti diri dengan kalimah tauhid "innallaha ma'ashoobiriin" bisa-bisa yang terucap malah : Pusiiiiing!..."
AI-Insaan
Prinsip AI-Insaan yang kita pahami adalah bahwa setiap manusia punya tiga potensi : hati (ruh), otak (akal), dan jasad. Kelengkapan tiga potensi ini merupakan syarat mutlak bagi seseorang agar berdaya secara utuh. Walaupun konsep ini sudah jadi santapan sejak awal tarbiyah, namun realisasinya memang tak seindah dan semudah yang dibayangkan. Tuntutan untuk bisa menjadi da'I yang itqon (profesional) dan cerdas berbarengan dengan tuntutan untuk menjaga hubungan antarmanusia.
Pada saat seorang da'I terjun dalam aktivitas da'wah ammah, itqonul amal (profesionalisme) tampaknya memang menjadi keniscayaan. Berbekal hamasah (semangat) untuk meninggikan izzah diennya, profesionalisme menjadi kata yang ditulis besar-besar dalam buku agenda. Walau demikian, jangan lupa bahwa da'I yang notabene adalah manusia, bekerja dengan manusia pula. Dan tidak semua tipikal manusia bisa bekerja secara otomatis layaknya mesin. Ada manusia-manusia yang amat perasa dan ada juga yang sangat teoritis. Ada yang unggul dalam penguasaan fikroh, ada yang unggul dalam rutinitas ibadah mahdah. Begitu seterusnya. Begitu beragamnya manusia, hatta manusia yang sama-sama tertarbiyah. Anyway once again, basiccaly all human beings need to filled in those three potentions. Semuanya butuh asupan untuk memenuhi keseimbangan fungsi-fungsinya. Maka, manakala seorang da'I menjadi "mati rasa", menjadi sedemikian mekanis layaknya mesin, ia perlu ingat bahwa mesinpun butuh pelumas.
Kesuksesan sebuah amal dakwah, taruhlah sebagaimana kegiatan pada kisah di atas, tidak dapat diukur hanya dari variabel-variabel yang kasat mata. Membludaknya peserta atau peliputan berbagai media massa tidak cukup menjadi indikator sukses sebuah amal dakwah apabila menyisakan hubungan yang retak.
Ukhuwahlah yang seharusnya menjadi mesin itu. Dan ukhuwah, sangat terkait dengan ikatan hati (ta'liful quluub), terkait dengan kemampuan untuk berhubungan secara interpersonal. Sedangkan kekuatan hati itu tergantung pada quwwatus sillah billah (kekuatan hubungan hamba dengan Robnya).
Demikian pula, da'I tidak bisa berkutat pada hubungan hubungan interpersonal semata dengan mengabaikan kerja-kerja teknis yang dibutuhkan bagi sebuah seminar misalnya, atau pementasan, atau akal, atau apapun jua agar menjadi sebuah kegiatan yang layak. Kegiatan itu tah juga butuh pasukan yang jiddiyah (sungguh-sungguh) mencari dana, menyebarkan publikasi, menata setting acara, dan kerja-kerja operasional lainnya. Semestinya tidak ada potensi manusiawi yang terdzholimi demi memenuhi yang lain. Menzholimi hati bisa berakibat turut terzholiminya fikri dan jasmani. Berharap bisa profesional, namun mengesampingkan kedekatan hati, baik antar personal maupun dengan kholiknya, maka rasa-rasanya itupun termasuk kezholiman.
Ketawazunan Jama'I
Oleh karena itu dalam setiap aktivitas yang melibatkan insaan, sekompleks apapun kondisinya, seberagam apapun kasusnya, Insyaallah akan menjadi aktivitas yang sukses tidak saja secara lahiriah namun juga kesuksesan yang hakiki, asal masing-masing dari ketiga potensi itu dipenuhi kebutuhannya secara adil dan bukankah justru itu itqonul amal (profesionalisme) yang sesungguhnya. Dengan begitu, konsep ketawazunan dalam AI-Insaan hendaknya difahami sebagai konsep yang tidak berlaku fardhi atau bagi arang per orang saja, namun lebih kompleks lagi juga berlaku di dalam sebuah sistem amal jama'i.
Yakinlah bahwa teori yang indah di atas kertas itu juga bisa terwujud di lapangan bila bila setiap da'I tidak hanya ta'at mengikuti ta'limatnya, melainkan juga ta'at menjalankannya. Bila pendzholiman demi pendzholiman ini masih terjadi juga, maka mungkin di sela-sela kepenatan beraktivitas dakwah, kita perlu berkonsentrasi sejenak. Perlu membuka-buka lagi lembaran buku-buku kajian kita, dan tentunya juga membuka mata dan hati kita. Sebagaimana jingle Man sebuah kopi instant "buka mata, buka hati, buka pikiran...". "Sesungguhnya bersama kesulitan itu selalu ada kemudahan". Wallahu'alam bishshowaab. (Oleh : Agung Gurnita, Tarbawi Edisi 8 Th.l 30 April 2000M)
No comments:
Post a Comment