Thursday, March 22, 2007

Mungkin Terlalu Pagi

Oleh : M. Afzan
Pagi masih terasa dingin, Penduduk kampus masih jarang lalu lalang. Sampah-sampah masih sedang dibersihkan. Matahari pun belum sempurna bersinar. Pekan ini, aku kembali harus bolak-balik kampus. Hampir setiap hari, hingga pekerjaan pun harus kutangguhkan.
Penyakit 5 huruf kembali menyerangku. MALAS. Ya, penyakit malasku datang lagi, setelah selesai mengikuti sidang skripsi bulan agustus tahun lalu. Kemalasan yang membuatku hingga hari ini belum mendapatkan ijazah kelulusan. Bayangkan, 6 bulan kudiamkan saja skripsiku, padahal sewaktu ujian skripsi, salah seorang penguji mencoret beberapa bagian skripsi untuk kuperbaiki. Tetapi, hal tersebut aku biarkan dan menganggap sudah tidak ada apa-apa lagi.
Aku bersyukur tinggal di tengah orang-orang dan lingkungan yang mencintai ilmu dan pendidikan. Proses pembuatan skripsiku sendiri sekitar dua tahun lalu juga berawal dari orang-orang disekitarku. Hampir setiap hari ocehan dan omelan mereka mampir ditelinga. Panas dan merah rasanya kupingku. Tetapi aku sadar, omelan mereka adalah tanda kecintaan kepadaku. Mereka selalu menginginkan saudara-saudaranya mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik bahkan hingga sampai tingkat yang setinggi-tingginya.
Aku mulai berusaha memperbaiki skripsiku sekitar bulan Februari yang lalu. Setelah salah seorang yang aku panggil ustadz selalu bertanya tentang skripsi dan nilai-nilaiku. Dia selalu berkata ”Cepat diperbaiki, nilai kamu lumayan. Nanti saya carikan beasiswa untuk melanjutkan kuliah”. Tetapi ketika dalam pengerjaannya, rasa malasku sering datang dan akhirnya terbengkalai lagi skripsiku.
Seminggu yang lalu aku berhasil menyelesaikan perbaikan skripsi. Tepatnya hampir tengah malam, setelah aku diskusi lewat telpon dengan salah seorang teman yang bahasan skripsinya hampir sama denganku. Setelah disetujui untuk diperbanyak, aku harus meminta tanda tangan dari beberapa dosen pembimbing serta penguji untuk mendapat pengesahan.
Pagi ini aku membuat janji dengan salah seorang dosen untuk bertemu di kampus. Dosen pembimbing keduaku, seorang dosen dari Jakarta. Dosen ini agak sulit ditemui karena beliau datang ke kampus hanya pada hari senin dan kamis. Kayak orang puasa sunah saja pikirku. Aku bersyukur beliau adalah dosen yang baik sehingga ketika berhadapan dengannya tidak pernah membuatku merasa tegang. Tetapi aku harus kecewa, dosen pembimbing duaku tidak mau menandatangani skripsiku, beliau beralasan tidak enak dengan dosen pembimbing pertama yang belum menandatangani. Beliau memintaku untuk kembali nanti setelah pembimbing pertama menandatangani skripsiku. Wah, bisa lama lagi lirihku dihati.
Kampus masih terlihat lengang pagi ini. Hanya karyawan kebersihan yang sedang berlalu lalang membersihkan ruangan rektorat. Beberapa mahasiswa terlihat bergegas keruangan kelasnya yang masuk pagi. Entah karena takut telat atau apa, padahal dosen belum lagi datang. Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Hampir setengah jam aku duduk di tangga gedung ini, sambil membaca buku dan mengamati orang-orang yang lewat di hadapanku. Aku sengaja menunggu para staf jurusan di ruangan bawah, karena diruang jurusan hanya terlihat meja dan kursi kosong. Entah pada kemana penghuninya.
Punggungku mulai terasa sakit, menahan berat skripsi sambil turun naik tangga sekedar nengok ruang jurusan yang masih kosong. Ruangan jurusan masih sepi padahal sudah hampir jam setengah sembilan siang. Matahari sudah bersinar sempurna. Kampus sudah mulai ramai dengan segala aktivitasnya. Tetapi staf jurusan masih belum satupun tampak batang hidungnya. Ini kantor apa bukan, sudah siang seperti ini belum ada satupun staf yang datang, tanyaku.
Matahari semakin beranjak tinggi. Panasnya mulai terasa menyengat kulitku. Keringat mulai mengucur dan bajuku terasa basah olehnya. Tas gendongku kian terasa berat dan aku mulai kelihatan seperti kura-kura ninja kecapean. Ruang jurusan masih juga tetap kosong, belum satupun orang datang untuk bekerja dan melayani para mahasiswa. Aku mulai kesal dengan kondisi ini. Dari pagi aku menunggu tetapi aku harus kecewa karena yang kutunggu belumlah datang.
Segera saja kularikan motorku untuk kembali ketempat kerja. Dengan membawa kecewa di hati. Di saat orang-orang sudah mulai bekerja mencari rizki dan keberkahan, para staf jurusanku belum datang. Entah sedang apa mereka saat ini. Bagaimana kampus ini akan maju jika diisi oleh orang-orang dengan etos kerja seperti ini. Disaat semua pelayanan publik sudah mulai menjalankan tugasnya, mereka masih menikmati suasana perjalanan atau bahkan rumah.
Aku mulai berpikir, mungkin aku datang terlalu pagi untuk ukuran mereka. bagi mereka jam 8.30 masih terlalu dini untuk bekerja dan melayani mahasiswa. Mungkin jam 8.30 masih pagi dan bisa terlebih dahulu bercengkerama dengan keluarga. Mungkin juga jam 8.30 masih terlalu pagi untuk sekedar memegang kertas dan menatap komputer yang masih setia di tempatnya. Aku sadar bahwa aku sendiri bukan orang yang selalu bisa on-time. Tetapi aku selalu belajar dan berusaha untuk menepati setiap aktivitasku pada jam yang telah ditentukan. Memang kadang sulit tetapi toh semuanya memang harus diusahakan.
Aku teringat salah satu bukuku yang berjudul “Anda Penguasa Waktu”. Sesungguhnya kitalah penguasa waktu, sehingga waktu harus menuruti apa kata kita. Bukan sebaliknya, kita menjadi budak waktu. Semua pekerjaan kita menjadi tidak kenal waktu. Kita terlena karena keasyikan dan akhirnya kehilangan waktu-waktu produktif dengan sia-sia. Sungguh malang nasib kita yang masih sering terbelenggu oleh waktu. Maka pintar-pintarlah mengatur waktu. Karena waktu adalah sama dengan nafas kehidupan kita. Sifat waktu tidak mungkin kembali lagi, dia akan terus berjalan meninggalkan orang-orang dengan penyesalan yang sangat. Sehingga jika tidak bisa menguasai waktu maka merugilah kita. Wallahu a’lam.

Cijawa, 22 Maret 2007
Saat dingin malam mulai menusuk kulit

ARE YOU PLANNER or EASY GOING ???


1. Apa yang biasa kamu lakukan sebelum tidur ?
a. Gosok gigi, wudhu, shalat Isya, buka buku harian dan menulis apa-apa yang harus kamu kerjakan besok pagi
b. Langsung tidur, kadang gosok gigi, tapi lebih banyak lupanya sih, tapi kalo shalat Isya insya Allah always deh!
c. Gosok gigi, wudhu, shalat Isya, kadang kalo pas buanyaak kegiatan ya bikin rencana buat besok, kalo nggak ya...nggak laah


2. Jika kamu tidak bisa menyelesaikan target-target belajar atau pekerjaanmu, yang sering kamu lakukan adalah......
a. Merenungi dan mencermati kembali rencana dan target-targetmu. Berusaha mencari dimana letak kesalahanmu, trus berusaha memperbaikinya
b. Ah, manusia hanya bisa berusaha, Allah yang menentukan, santai aja lah!
c. Kalau target itu sangat penting, biasanya sih mengevaluasi, tapi kalo target itu tidak terlalu penting, alias biasa-biasa aja, ya ngak usah dievaluasi segala, malah bikin stres ntar!


3. Diarymu lebih banyak berisi tentang?
a. Cita-citaku, tempelan artikel orang-orang yang bisa memberi inspirasi hidup, perjalanan seharian, rencana besok dan muhasabah harian
b. Curhat dong, apalagi kalo lagi sedih atau berbunga-bunga, pasti full deh Diarynya
c. Macem-macem, ada curhat, rencana buat besok, kadang juga evaluasi dikit-dikit.


4. Apa sih, arti evaluasi alias muhasabah bagimu?
a. Penting sekali, sebab dengan muhasabah kita bisa ngeh, apa saja yang sudah kita lakukan dan apa yang belum. Mana yang sudah baik dan yang masih perlu diperbaiki. Supaya kita menjadi manusia yang selalu berproses menuju kebaikan danri waktu ke waktu
b. Hhmm, nggak penting tuh! Jadi orang itu nggak usah susah-susah menengok kebelakang, yang sudah ya sudah..., siapa tau besok lebih baik. Take it easy aja laah....
c. Cukup penting sih, tapi kalau kita kaku alias straight banget sama muhasabah, ntar malah takut salah, ntar malah ngak jadi-jadi beramal deh!


5. Sebentar lagi kamu mau lulus kuliah S1, trus apa rencanamu?
a. Aku sudah menyiapkan beberapa rencana bersayap. Plan A: Kuliah lagi S2 di PT Favorit, Plan B: Kalo belum ada biaya gawe dulu, Plan C: Jika belum gawe juga, mending kursus-kursus dulu, nambah keahlian yang dapat menunjang hasil kuliah or persiapan gawe
b. Ngak tau tuh! Ntar aja mikirnya kan masih lamaa...
c. Ada rencana siih, tapi nggak spesifik. Paling ya kuliah lagi S2 jika ada fulus, kalo nggak yah langsung kerja kali!


6. Suatu ketika mama memintamu untuk menemaninya diacara kondangan, apa reaksimu?
a. Bilang sama mama: ”Ntar dulu ya Ma, aku tengok jadwal dulu. Kalo sekiranya nggak ada jadwal penting ya, ngikutlaah...itung-itung birrul walidaini. Tapi kalo ada jadwal, ya berarti harus ada kompromi”
b. Waah, asyik nih! Apalagi jika ada gubuk siomay kesukaanku!
c. Gimana ya? Kalau menyenangkan ngikut, tapi kalo lagi ngak mood, ya nggak lah...


7. Ortumu pingin anaknya jadi dokter, supaya besok ada yang merawat kesehatannya di hari tua, gimana komentarmu?
a. Mencoba diskusi dengan ortu tentang cita-cita yang sebenarnya kamu inginkan. Berusaha meyakinkan ortu bahwa profesi apapun jika direncanakan dengan baik dan merupakan pilihan sendiri, insya Allah akan lebih sukses
b. Yaah, ortu pasti tau yang terbaik buat kita. Kita ikutin ajalah. Aku juga belum mikir mau jadi apa kalau sudah dewasa
c. Gimana ya? Sebenarnya pingin jadi wartawan, tapi kalo ortu bisa memfasilitasi untuk jadi dokter, ya..boleh juga


8. Menurut kamu, perlu nggak sih punya visi dan misi dalam hidup ini?
a. Sangat perlu, sebab sebagai seorang Muslim, pastilah kita dituntut pertanggungjawaban di hadapan Allah, memiliki Visi dan Misi akan membantu mengarahkan hidup kita, agar lebih fokus dan menjalani hidup lebih bermakna
b. Ngak perlu laah, hidup ini sudah susah, jangan bikin susah lagi deeh, kalau punya visi dan misi berarti kita akan terikat
c. Sebenarnya perlu, tetapi kadang saya tidak sempat dan takut tidak konsisten pada visi dan misi itu


9. Apakah sekarang ini kamu sudah punya cita-cita masa depan yang pasti?
a. Insya Allah sudah
b. Hmmm..., cita-cita itu gampang laah, yang penting jalani dulu, nanti mana yang terbaik itu yang dijalani
c. Ada siih, tapi masih berubah-ubah


10. Apa rencanamu tiga tahun kedepan?
a. Jadi yang terbaik dibidang yang aku minati
b. Apa yaa..., ya itulah, ngalir aja deh!
c. Ada sih, tapi kayaknya masih berubah-ubah deh

(Disadur dari Buku: Easy Going No Way, karya: Izzatul Jannah)

Tuesday, March 20, 2007

Kematian


Oleh : M. Afzan
Berbekallah untuk hari yang sudah pasti
Sungguh kematian adalah muara manusia
Relakah dirimu menyertai segolongan orang
Mereka membawa bekal sedangkan tanganmu hampa
(Suara Persaudaraan)

Tanyakanlah kepada setiap orang. Apa yang mereka inginkan setelah meninggal? Surga ataukah neraka? Jawaban yang pasti adalah surga. Tidak ada seorang pun yang menginginkan masuk neraka bahkan seorang pendosa sekalipun. Meski setiap hari ia bergelimang dengan dosa tetapi ia masih menginginkan kebaikan untuk dirinya.
Surga dan neraka milik Allah. Hanya Allah yang tahu apakah kelak kita akan masuk kesurga ataukah ke neraka. Tetapi tahukan kita, bahwa surga bisa kita raih hanya dengan melalui seekor lalat. Seperti juga neraka, yang bisa kita rasakan hanya melalui seekor lalat. Ada sebuah kisah yang pernah saya baca di salah satu bukunya Kang Abik.
Suatu hari ada dua orang pemuda yang sedang berkelana mencari ilmu. Mereka senantiasa berjalan dari satu kota kekota lainnya. Suatu hari mereka memasuki sebuah daerah yang dikuasai oleh para penyembah berhala. Setiap orang yang melewati daerah tersebut mesti memberikan korban untuk berhala tersebut. Begitu juga dengan dua orang pemuda tadi. Mereka juga harus memberikan pengorbanan untuk berhala sesembahan masyarakat yang mereka lewati agar mereka dapat melanjutkan perjalanan atau nyawa mereka menjadi taruhan.
Pemuda pertama adalah pemuda yang takut pada kematian. Karena dalam perjalanan mereka tidak membawa apapun. Akhirnya dia menangkap seekor lalat dan diberikannya lalat tersebut untuk sesembahan kepada berhala sesembahan masyarakat. Sedangkan pemuda yang kedua meski dalam perjalanan dia tidak membawa apapun, dia tetap tidak mau memberikan apapun meski seekor lalat untuk diberikan kepada berhala. Dia tetap berpegang teguh terhadap ajaran agamanya hingga akhirnya penduduk penyembah berhala tersebut membunuhnya.
Pemuda yang pertama akhirnya dilepaskan dan dapat melanjutkan perjalanannya. Tetapi malang belum jauh dia meninggalkan daerah tersebut, dia mati digigit ular berbisa dengan meninggalkan kemusyrikan dihatinya. Akhirnya pemuda yang pertama dimasukkan keneraka karena pengorbanannya kepada berhala sedangkan pemuda yang kedua dimasukkan kesurga karena ketaatannya memegang akidah.
Kawan, Kematian adalah sebuah keniscayaan. Tetapi bagaimana cara kita mati adalah sebuah pilihan. Apakah kita memilih mati dengan jalan yang baik dan mulia ataukah memilih cara mati dengan cara yang buruk serta hina. Sesungguhnya kehidupan sendiri adalah pilihan terhadap petunjuk Allah. Di dalam surat al-Balad ayat 10, Allah sudah menginformasikannya kepada seluruh hamba-hamba-Nya. Bahwa Allah menunjukkan mereka terhadap dua jalan, yakni jalan kebaikan atau jalan keburukan. Tinggal manusianya yang memilih jalan mana yang hendak ditempuh.
Begitu juga dengan kematian. Apakah kita ingin mendapatkan husnul khatimah ataukah su’ul khatimah. Pilihan kematian tersebut akan berbanding dengan pilihan hidup kita. Jika dalam hidup kita memilih jalan kebaikan maka sesungguhnya kita sudah memilih jalan kebaikan pula untuk kematian. Begitu juga sebaliknya, jika kita memilih jalan keburukan dalam hidup maka bersiap-siaplah kita akan mendapatkan kematian yang su’ul khatimah.
Akhirnya, pilihan ada di tangan kita. Apapun pilihan kita semoga hal tersebut sudah kita fikirkan matang-matang dan semoga pilihan tersebut adalah pilihan yang baik serta bermanfaat bagi diri kita maupun orang lain. Dan semoga juga pilihan tersebut sudah dibarengi dengan persiapan dan bekal yang cukup untuk kita menghadap Sang Rabbul Izzati. Wallahu a’lam.

Rasulullah bersabda : Perbanyaklah meningat
Agar kemusnah segala kenikmatan dunia
itulah kematian yangkan pasti datang
Kita tak tahu kapan waktunya kan menjelang
(Suara Persaudaraan)


Cijawa, 20 Maret 2007
Hampir Tengah malam

Kamar Bangsal


Oleh : M. Afzan
Bangsal. Tentunya kat a ini pasti pernah kita dengar, Dan pikiran kita pasti akan langsung tertuju kepada tempat para prajurit atau tentara biasa tinggal. Ruangan tempat mereka beristirahat selama masa latihan. Satu ruangan dipakai untuk sekian banyak orang sehingga terasa sesak.
Hari Jum’at lalu seorang teman masuk Rumah Sakit. Terkena gejala typus dan demam berdarah. Aku bisa membayangkan badannya yang kurus mungkin terlihat semakin lemah. Biasa, temanku yang satu ini memang dikenal kurang bisa mengatur prioritas pekerjaan. Kadang-kadang begadang sampai semalam suntuk mengetik di depan komputer. Entah disebut pekerja keras atau keras kepala.
Aku sendiri tidak langsung menjenguk teman yang sakit tersebut, baru hari senin aku sempat atau lebih tepatnya aku sempatkan untuk menjenguk bersama temanku yang lain. Sebelumnya kami harus menghubungi teman yang sudah sempat menjenguk, dan kami diberitahu bahwa teman kami ditempatkan di ruang Cempaka. Keningku langsung berkerut, karena seingatku ruangan tersebut adalah ruang kelas 3 yang biasa kami sebut kelas bangsal.
Tanpa Ba bi bu, kami langsung berangkat ke Rumah Sakit. Dan mulai mencari ruang Cempaka tempat teman kami dirawat. Kami menemukan ruangan tersebut berada dipojok bagian belakang Rumah Sakit. Kami mulai mencari-cari nama teman kami di papan nama pasien di depan ruangan. Saat mencari, seorang bapak di belakang kami sontak berkata : “Papan namanya sudah tak kepakai, dipakainya di Amerika”. Kami tersenyum kecut dan langsung masuk mencari ke dalam ruangan. Di ruang cempaka terdapat 4 ruang pasien yang setiap ruangnya terisi 10 pasien. Kami sempat kebingungan mencari teman kami yang dirawat, karena saking banyaknya pasien yang kerubungi oleh para anggota keluarganya. Ah, dasar ruang bangsal. Kutukku di hati.
Aku pun melongokkan kepala dan badan ke salah satu ruangan, dan mendapati temanku sedang duduk lemas dipojok ruangan ditemani salah satu teman kuliahnya. Wajahnya terlihat pucat dengan mata tanpa semangat. Selang infus masih mengalirkan cairan putih melalui tangannya. Disekitarnya terlihat pasien-pasien lain dengan berbagai macam penyakit. Di sebelahnya seorang bapak bertelanjang dada terbaring lemah. Menatap kosong kearah dinding seakan menunggu keluarganya yang belum datang. Tiga orang perawat masih mengerumuni seorang pasien yang terlihat parah. Sementara keluarganya terlihat duduk-duduk dan rebahan di lantai kamar yang pengap.
Bau tak sedap langsung terasa menyengat hidung saat kami masuki ruangan. Keringat-keringat kering bercampur dengan bau obat membuatku harus sedikit menahan nafas. Bibir pun kupaksa menyunggingkan senyuman ke arah temanku meski perut terasa mual. Dan temanku pun membalas senyuman dengan dengan wajah pucat. Kami pun berbincang tentang kondisi selama dia dirawat. Entah bagaimana dia bisa tahan dirawat diruangan tersebut. Benar-benar kuat pikirku. Di ruangan seperti itu, hampir-hampir sugesti untuk mempercepat kesembuhan tidak banyak didapatkannya. Yang terbayang dan dilihatnya pastilah keriuhan ruangan mirip bangsal setiap harinya. Ah teman, semoga Allah memberikan kesembuhan padamu.
Dalam obrolan kami, dia bercerita sejak dirawat di ruangan tersebut belum ada dokter yang memeriksanya, yang setiap hari mondar-mandir hanyalah perawat yang sedang peraktek lapangan dan sebatas dokter jaga. Jawaban yang diperolehnya saat dia bertanya adalah informasi bahwa pada hari libur dokter tidak masuk dan akan masuk pada hari selasa karena hari senin nanti juga hari libur nasional. Wah, kayaknya akhir pekan orang sakit harus ikut libur juga karena dokternya sedang liburan. Entah apakah setiap rumah sakit juga seperti ini. Jika sama seperti ini, maka alangkah malangnya pasien sekarat yang datang akhir pekan, pasti matinya pun disuruh menunda sampai awal pekan depan. Sungguh malang nian nasib orang sakit.
Tambahnya lagi, para perawat yang setiap hari mondar-mandir melayani pasien di ruangan tersebut, selalu terlihat seperti orang jutek. Hampir tidak ada senyum yang menghiasi bibir-bibir mereka. Tawa mereka sering terdengar di balik dinding kamar, tetapi ketika mereka kembali ke ruang pasien, kerenyahan tawa bahkan senyumnya menguap entah kemana. Betapa susah memberikan senyum kepada orang sakit karena muka para perawat lebih sering ditutup masker daripada memberikan empati dan sugesti kepada para pasien.
Saya pernah mendengar, selain obat-obatan, sugesti dari para dokter dan keluarga dapat mempercepat kesembuhan seseorang. Maka menurutku, sudah selayaknya para perawat serta dokter senantiasa bersikap ramah dan menunjukkan empatinya kepada setiap pasien yang mereka rawat. Bukankah hal tersebut dapat memberikan mereka ketenangan dan rasa optimis untuk cepat sembuh dari sakitnya. Jika penanganan pasien seperti tidak menunjukkan rasa empati, bagaimana pasien bisa cepat sembuh yang ada malah cepat mati.
Tetapi yang masih sedikit mengganjal dipikiranku, apakah kualitas pelayanan juga berbanding lurus dengan dimana seorang pasien ditempatkan. Karena temanku dirawat di ruang kelas 3, maka pelayanannya seperti itu. Jika saja dia ditempatkan diruang kelas VIP atau minimal kelas 1 mungkin tidak seperti itu. Ah, tetapi masa orang sakit harus ada pengkelasan? Aneh juga dunia ini. Semoga saja tidak. Karena harapan setiap orang adalah senantiasa mendapatkan kesehatan. Tetapi jika satu hari sakit, maka berdoalah agar Allah cepat memberikan kesembuhan untuk kita. Karena sehat memang mahal harganya. Saya juga berharap tulisan ini tidak ada yang tersinggung karena ini memang bukan untuk menyinggung seseorang taupun institusi tetapi hanya berbagi pengalaman dari seorang teman yang sedang merasakan betapa tidak enaknya merasakan sakit dan dirawat di ruang bangsal. Wallahu a’lam.

Cijawa, 20 Maret 2007 Saat malam hampir sempurna