Monday, February 5, 2007

Mempelai Sang Dajjal

Oleh : M. Afzan
Mempelai Sang Dajjal adalah Ketegaran, Kesabaran, Keberanian, Pengkhianatan, Pelecehan nilai-nilai Kemanusiaan dan Hancurnya hak asasi manusia.
Novel setebal 596 halaman ini berkisah tentang sebuah sejarah kelam yang dialami Gerakan Islam Ikhwanul Muslimin pasca revolusi di Mesir. Sejarah kelam yang merobek rasa kemanusiaan dan kehormatan manusia. Setiap orang yang menjadi pengikut atau orang yang dicurigai menjadi pengikut gerakan ini hidup dalam sebuah penjara besar bernama Negara Mesir. Mereka hidup dalam intaian mata-mata pemerintah yang selalu siap menculik dan membunuh mereka kapanpun mereka mau.
Novel sejarah ini bercerita tentang orang-orang yang dituduh hendak berbuat makar kepada Pemerintahan Gamal Abdul Naser. Sebuah tuduhan yang tidak beralasan, karena sejarah mencatat bahwa Ikhwanul Muslimin juga adalah bagian dari Revolusi yang menggulingkan pemerintahan sebelumnya. Sungguh kekuasaan adalah salah satu bagian dari fitnah dunia yang akan senantiasa melenakan manusia. Dan korban dari kekuasaan tersebut dicobakan kepada Ikhwan.
Tersebutlah seorang bernama Athwa Al-Malwani, Letnal Kolonel yang mempunyai kekuasaan sangat besar dan berkuasa melakukan apapun yang dia mau terutama ketika berada di Penjara militer. Kegemarannya setiap hari adalah melumatkan kulit dan daging para tahanan. Tahanan yang tersalah karena kesalahan yang tidak pernah dilakukan.
Diceritakan pula tentang seorang gadis cantik bernama Nabila yang kesehariannya bekerja sebagai guru sejarah disebuah sekolah dasar putri. Nabila bukan orang yang suka dengan politik. dia lebih suka hidup dalam zona nyaman dan mendukung terjadinya revolusi dengan segudang kepahlawanan para pelakunya. Kesehariannya dihabiskan dengan mengajar, membaca buku, mendengarkan musik, menonton film serta berjalan-jalan ketempat-tempat kesukaannya. Dan sebagai gadis cantik yang mempunyai wawasan yang luas setiap orang menaruh simpati dan hormat kepadanya. akan tetapi hidupnya mulai berubah setelah ia mengenal Letkol Athwa Al-Malwani dan kemudian bertunangan dengannya.
Letkol Athwa senantiasa mendapatkan segala keinginannya apapun cara yang harus ditempuh sekalipun harus mengorbankan nyawa manusia. Letkol Athwa diceritakan sebagai orang yang mempunyai kepribadian ganda. Disatu sisi ia adalah seorang perwira yang haus darah sehingga disebut dajjal abad 20 diantara para tahanan. Dilain waktu ia adalah orang yang dikenal bersih dikalangan masyarakat Mesir dengan kemampuannya menjilat dihadapan penguasa.
Cerita tentang keindahan sungai nil dan ribuan menara seakan terhapus dengan kengerian dan kebiadaban penjara militer dan kantor Badan Intelejen. Ratusan orang setiap hari masuk dalam Penjara Militer karena tuduhan yang tidak pernah dilakukan. Para sipir dan perwira polisi kerap mengganting terbalik para tahanan demi untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Padahal mereka tahu bahwa informasi dan tuduhan itu hanyalah akal-akalan mereka untuk menghancurkan Ikhwanul Muslimin dari Negara Mesir. Ikhwanul Muslimin menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Penguasa saat itu, sehingga Organisasi tersebut dilarang untuk hidup di Mesir dan para pengikutnya ditangkap dan dihukum dengan alasan yang tidak jelas.
Tetapi Allah Maha Adil. Ditengah fitnah yang dituduhkan kepada Ikhwanul Muslimin, Allah mengutus seseorang untuk menyuarakan kebenaran dan membongkar kebiadaban yang terjadi di Penjara Militer. Kebiadaban yang oleh penulis dikatakan tidak pernah terjadi pada masa penjajahan Inggris. tetapi justru malah dilakukan oleh saudara mereka sendiri.
Nabila seakan menjadi setitik embun yang menjadi penghilang dahaga keputus asaan para tahanan yang berada dalam batas hidup dan mati tidak terlihat jelas. Kepekaannya terhadap penderitaan terlihat sejak dia bertemu dengan Salwa dipenjara. Salwa yang ditangkap karena tidak mau menyerahkan suaminya yang dicari oleh aparat disiksa dengan sedemikian keji dan tanpa prikemanusiaan. Tubuhnya hancur dan penuh dengan darah akibat cambukan dan gigitan anjing-anjing lapar. Nabila terhenyak dan seakan mendapatkan suatu dunia yang tidak pernah mampir dalam benak maupun dalam mimpinya. Dunia yang tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan dan menganggap rendah harga nyawa manusia. Salwa seakan menjadi pintu untuknya memulai hidupnya di dunia baru.
Ditengah kebimbangan dunianya, Nabila juga bertemu dengan dr. Salim yang memberinya pencerahan jiwa akan kondisi politik yang terjadi. Kenyataan yang diluar kesadarannya selama ini mulai berputar dalam otaknya dan kemudian menjadi sebuah perenungan panjang untuk memulai sebuah dunia untuk mengungkap kebenaran.
Nabila sadar keterlibatannya dalam politik tingkat tinggi bisa menyebabkan jiwanya terancam, tetapi kesadaran akan kebenaran mengantarkannya pada sebuah persaudaraan erat yang penuh dengan keikhlasan dan mampu membawanya untuk menyuarakan kenyataan yang terjadi di Mesir. Dan Nabila harus membayar mahal perjuangannya dengan kepergiannya ke Kuwait atas bantuan dr. Salim. Begitulah perjuangan selalu akan beriringan dengan pengorbanan pejuangnya.
Dengan segala kepedihan dan heroisme Novel ini, ada beberapa yang patut menjadi catatan. Diantaranya mengenai kesalahan ketik huruf dibeberapa halaman tiap bab. Kemudian tentang dr. Salim yang munculnya dalam novel ini terasa sebagai pelengkap. Serta tentang kejelasan status dr. Salim apakah ia anggota Ikhwan atau bukan karena pada beberapa bagian cerita pada novel ini, ia tidak menolak ketika Nabila memegang tangannya dan juga pundaknya. Jika dia anggota Ikhwan rasanya menjadi sesuatu yang janggal andai ia melakukan hal tersebut.
Meskipun begitu alur yang dibuat oleh Najib Kailani mengalir lancar. Melompat dari satu bagian cerita ke bagian cerita yang lain yang seperti tidak mempunyai keterkaitan. Tetapi Najib Kailani meramunya menjadi sebuah cerita yang saling melengkapi antar kejadian.
Akhirnya, sesungguhnya Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-hamba-Nya sendiri. Mihnah-mihnah yang terjadi pada Ikhwan telah menjadi pembuka akan kebobrokan pemimpin-pemimpin negara-negara Islam. Bahwa mereka tidak pernah rela Islam dan orang-orang ikhlas menjadi pemimpin. Keinginan mereka melenyapkan Ikhwan dari bumi Mesir dan sejarah dunia tidak pernah terjadi. Bahkan yang terjadi sebaliknya. Banyak gerakan Islam kontemporer menjadikan Ikhwan sebagai rujukan pergerakannya. Dan Ikhwan sendiri tetap eksis hingga saat ini bahkan hampir disetiap negara. Wallahu a’lam. (03 Februari 2007)

Membangun Peradaban

Oleh : M. Afzan
Dikota Mesir pada zaman penjajahan Inggris, terdapatlah seorang Kepala Pasukan dari Tentara Inggris. Pada suatu hari, kepala pasukan tersebut berjalan-jalan ke sekitar kota Mesir, di sebuah lapangan luas dia melihat tiga orang tukang batu yang sedang bekerja. Melihat ketiganya dia menjadi tergerak untuk bertanya akan semangat kerja para tukang batu tersebut.
Kemudian dia menghampiri tukang batu pertama, seraya bertanya : “Wahai orang Mesir apa yang sedang engkau lakukan ?” tukang batu itu pun menjawab : “Tidakkah tuan lihat aku sedang mengangkat batu, memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain.” Kemudian berlanjutlah pembicaraan mereka.
Setelah selesai dengan Tukang batu pertama, Kepala Pasukan Inggris itupun menghampiri tukang batu yang kedua, dan berkata : “Wahai orang Mesir apa yang sedang engkau lakukan ?”. “Aku sedang membuat sebuah Piramid !” Jawab sang tukang batu kedua. Dan setelah itu percakapanpun berlanjut.
Lalu datanglah Kepala Pasukan Inggris tersebut kepada tukang batu yang terakhir. “Wahai orang Mesir, apa yang sedang engkau lakukan ?” tanyanya. “Aku sedang membangun sebuah peradaban !!” jawabnya dengan bangga. Semakin terkesanlah kepala pasukan Inggris tersebut terhadap para tukang batu tersebut.
Ketahuilah, tukang batu pertama hanya mengutamakan kerja dengan hasil sesaat, yang hidup dengan tanpa visi, dia hanya berpikir tentang apa yang ada dihadapannya atau yang sedang dia hadapi saja tanpa memikirkan apa yang akan dia hadapi di masa depan.
Tukang batu yang kedua, mungkin sedikit lebih jauh berpikir meskipun masih parsial. Batu yang ia bawa memang sedang di buat sebuah bangunan piramid namun dia tidak pernah berpikir akan menjadi apakah piramid sedang dia bangun. Orientasinya hanya terhadap hal-hal yang kasat mata tanpa bisa membaca tanda-tanda zaman.
Sedangkan tukang batu yang ketiga adalah tampilan sang manusia perencana yang hidupnya penuh dengan visi akan kehidupan. Dia mencoba menangkap apa yang ada di luar pikirannya dengan mengatakan bahwa dia sedang membangun sebuah peradaban, meski dia tidak pernah bisa tahu apakah yang dia katakan akan menjadi kenyataan ataukah tidak. Tetapi dengan sebuah keoptimisan seluruh potensinya dia coba curahkan untuk pekerjaannya yang dia yakini akan menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakatnya.
Ilustrasi di atas bukanlah sesuatu yang istimewa, tapi cobalah kita cermati perjalanan hidup kita selama ini, lalu bayangkanlah kita berada di posisi tukang batu yang ditanya oleh orang lain : “Apa yang sedang engkau lakukan ?” Apa yang akan kita jawab ?. akankah jawaban kita sama dengan tukang batu pertama, kedua ataukah yang ketiga.
Kita sudah sering diajarkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Maka sebuah kerugian yang besar jika kehidupan ini tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Pemanfaatan hidup ini tentu bukan untuk tujuan jangka pendek –meski umur hidup kita pendek– karena umur kehidupan pasti melebihi umur hidup kita dan tujuan hidup akan selalu hidup sampai kehidupan ini berakhir.
Hidup di dunia ini tentu akan terasa menarik dan punya makna ketika kita punya tujuan hidup. Tujuan yang ingin dicapai oleh pribadi ataupun masyarakat kita. Laksana sang tukang batu ketiga di atas, tujuan pekerjaannya bukan hanya mewakili keinginan masa depan pribadinya tetapi juga masa depan masyarakatnya. Bukankah Piramid di Mesir telah menjadi kebanggaan bangsa Mesir dan dunia Islam.
Beruntunglah kita dilahirkan di lingkungan Islam, sehingga kita telah tahu Islam sejak kita dalam buaian, namun akan lebih beruntung lagi orang-orang yang menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Seorang Muslim senantiasa bepikir dan melihat jauh ke depan melampaui keterbatasan inderanya. Seorang muslim senantiasa berpikir untuk menjadikan apapun yang dikerjakannya akan menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakatnya di kemudian hari meski sesuatu yang dikerjakannya tidaklah nilai besar. Firman Allah SWT.
“Bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuanmu.” (Q.S. At-Taghabun : 16)
Allah mengetahui keterbatasan kita sebagai manusia dan dalam keterbatasan itulah Allah ingin kita ber(mengaplikasikan) Islam dalam semua sisi kehidupan, dan bukan mengaplikasikan Islam di satu hal namun menolak ajaran Islam di sisi yang lain.
Seluruh umat Islam sudah mengetahui bahwa ajaran Islam bukan hanya dalam hal ibadah mahdhah saja namun mencakup semua wilayah kehidupan, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan pertahanan dan keamanan. Namun, dalam mengaplikasikannya umat Islam sendiri masih cenderung bersifat parsial contohnya ajaran Islam hanya diaplikasikan dalam hal-hal tertentu saja. Contoh lainnya adalah masih ada sebagian umat Islam yang menganggap bahwa pengaplikasian nilai-nilai Islam hanya milik satu dua orang atau milik organisasi/institusi tertentu. Padahal ketika kita mengaku sebagai umat Islam, maka sesungguhnya secara otomatis kita telah terikat dalam nilai-nilai atau syari’at Islam itu sendiri.
Contoh yang sering terjadi di masyarakat Islam yang lain adalah seringnya mereka mengambil contoh ataupun rujukan pemikiran dari orang-orang non Islam padahal di tubuh umat Islam sendiri masih banyak yang bisa dijadikan rujukan, baik itu sejak zaman nabi, sahabat maupun sampai zaman sekarang. Karena Islam tidak pernah kehabisan putra-putri terbaiknya dalam menghiasi sejarah dunia.
Kita harus pahami bahwa ajaran Islam diturunkan bukan untuk mengekang atau hanya mengatur umat Islam saja, tetapi justru ajaran Islam diturunkan untuk menjaga eksistensi kehidupan manusia itu sendiri tidak perduli apakah ia Islam atau bukan. Islam adalah agama langit namun bukan berarti ajarannya adalah sesuatu yang mengawang-awang dan sulit diterapkan atau bahkan diperuntukkan hanya bagi orang-orang suci saja. Justru laksana langit yang menaungi seluruh alam, maka ajaran Islam pun diturunkan untuk menaungi semua umat manusia di dunia. Dan setiap manusia yang mengaku dirinya Islam (tidak peduli siapa dan dimana) berkewajiban untuk membumikan ajaran Islam di dalam kehidupan. Dan ketika ajaran Islam telah berhasil dibumikan oleh masyarakat Islam (yang sebelumnya telah berhasil membentuk pribadi-pribadi Islam) maka akan terciptalah kembali peradaban manusia Islam.
Setiap muslim yang beniat membentuk masyarakat Islam, semuanya bermuara pada pembentukan peradaban manusia. Sejak awal Islam sudah berusaha membina dan membentuk manusia untuk menjadi manusia peradaban yang layak menjadi warga global. Sebab dengan memiliki manusia global ini tujuan untuk membentuk masyarakat Islam akan tercapai. Contoh konkretnya adalah para generasi Islam pertama. Satu persatu manusia yang ada di sekitar Rasulullah saw berubah. Mereka semua mengalami proses rekonstruksi visi dan pandangan hidup tentang Tuhan, tentang diri mereka sendiri sebagai manusia, tentang alam raya serta tentang misi kehidupan mereka. Dan hal itu telah menjadi awal perubahan besar dimana saat itu jazirah Arab dipenuhi manusia-manusia besar yang siap memimpin dunia.
Dari masyarakat yang kebanyakan buta aksara dan budaya inilah banyak lahir pemikir, ilmuwan, ekonom, politikus, pejuang, entrepreneur, ahli bahasa, ahli hukum, intelejen dan sebagainya. Siapakah yang mampu mengubah masyarakat Arab waktu itu. Islamlah yang mampu mengubah mereka. Islam telah merekonstruksi mereka menjadi manusia-manusia baru yang penuh dengan semangat rabbaniyah untuk membangun sebuah peradaban.
Dan jika kita menginginkan peradaban Islam kembali pada kondisi sekarang maka kita harus memulai kembali mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam yang telah kita pelajari, dan jangan menyimpannya sebagai pengetahuan belaka. Kita bisa memulainya dengan hal-hal kecil disekitar kita. Dan biarkan setiap orang bekerja (berjuang) dengan kemampuan yang dimilikinya. Biarkan Ekonom Islam memperbaiki umat dari sisi ekonomi, biarkan juga para politisi Islam berjuang di dalam parlemen. Atau para professional lainnya. Selagi tujuan dan visi kita sama hal tersebut jangan dijadikan sebuah perpecahan, justru harus dijadikan sebuah kekuatan.
Peradaban Islam bukanlah keinginan yang mustahil untuk direalisasikan kembali. Karena ajaran Islam tidak mengenal sekat waktu –meski ia diturunkan sekitar 14 abad yang lalu- ajarannya akan selalu bisa kita kondisikan dengan setiap keadaan. Seperti yang dikatakan oleh Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Zilal Al-Qur’an bahwa peradaban Islam akan kembali menguasai dunia manakala pribadi-pribadi muslim seperti generasi Islam awal telah tercipta kembali. Dan sebagai umat Islam kita wajib menyambut kembalinya peradaban Islam dengan mempersiapkan diri untuk menjadi pribadi-pribadi Islam yang kemudian membentuk masyarakat Islam.
Kita harus yakini bahwa seorang manusia muslim adalah seorang pembelajar sejati yang hidupnya senantiasa bukan digantungkan untuk tujuan jangka pendek namun juga untuk kehidupan esok hari yang bisa melampaui batas usianya. Tujuan hidupnya adalah keridhoan Allah, visi hidupnya adalah membangun peradaban Islam yang telah dihancurkan oleh musuh-musuh Islam. Saudaraku, kini saatnya menyongsong kembali kebangkitan Islam !! Qul Bi Fakhrin bianna Muslimuun !!!.

Kupersembahkan untuk seluruh saudaraku,
Yang senantiasa berjihad di jalan-Nya
Raihlah kemenangan seiring dengan pekikan takbir

Referensi :

1. H.M. Anis Matta, Lc., Model Manusia Muslim, Pesona Abad Ke-21, PT Syamil Cipta Media, Bandung, 2002.
2. H. Toto Tasmara, Transdental Intelegence (Kecerdasan Ruhaniah), Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
3. Sayyid Quthb, Tafsir fi Zilal Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2003Hasan Al-Banna, Memoar Hasan Al-Banna, Untuk Dakwah dan Para Dainya, Era Intermedia, Solo, 2000.

Identitas Diri

Oleh : M. Afzan
Perempatan Ciceri, Pukul 10.20 wib
Jum’at yang panas. Beberapa pemuda tanggung bergerombol di warung sebelah tambal ban. Pakaiannya kumal bin dekil, bolong bin sobek-sobek, rambut dicat mirip zebra cross membuat pandangan para pengguna jalan tertuju ke arah mereka. Mereka masih waras alias belum gila, hanya tampilannya yang beda. Bertubuh kurus (kalo tidak mau disebut ceking), anting-anting mampir di telinga, hidung dan bibir mereka. Entah apa maksud mereka dengan semua hal itu.
Menurutku, mereka ingin tampil funki, tetapi tanpa tampilan rapi dan dendi. Mungkin mereka adalah generasi muda yang menamakan diri mereka generasi anti kemapanan. Aku pernah baca disebuah majalah tentang anak-anak muda yang punya pemahaman seperti ini. Mereka rela meninggalkan kehidupan mereka yang mapan demi mendapatkan kebebasan.
Beberapa orang dari mereka masih asyik memetik senar gitarnya, sedang yang lain menyodorkan plastik tempat receh kepada para pemilik mobil. Tidak sembarang mobil mereka hampiri, mereka hanya memilih mobil-mobil milik orang kaya. Aku tidak tahu apa yang mereka dendangkan. Nyanyian sumbang mereka terlalu rendah dengan riuhnya jalanan. Aku sendiri pun mulai bosan memperhatikan gerak mereka. Karena tampilan mereka memang tidak nikmat untuk dipandang.

Cijawa, Pukul 13.00 wib
Selesai shalat jum’at, memori ingatanku kembali ke kejadian sekitar 6 tahun yang lalu. Saat itu aku baru menjadi mahasiswa. Di kampus ini ku lihat pemandangan yang lain, tentang mahasiswi berbaju longgar dengan kerudung yang menjuntai. Dalam benakku saat itu, mereka adalah pengikut salah satu aliran (shaolin ato wu tang ya’). Tetapi aku tidak mau ambil pusing ‘buat apa mikirin orang, aku saja masih belum bener’ pikirku saat itu.
Beberapa bulan kemudian (aku lupa tepatnya bulan apa), aku bertemu dengan mereka kembali (para jilbaber), tahu kan dimana? Ya di DM I KAMMI. Aku tidak pernah menyangka bahwa mereka adalah para aktivis KAMMI. Aku masih menganggap mereka adalah orang-orang aneh. Sungguh, perempuan yang berpenampilan seperti mereka masih jarang saat itu. Jadi menurutku wajar aku menganggap mereka aneh.
Peserta DM I waktu itu, banyak yang berasal dari kampusku. Sebagian walaupun aku belum kenal tetapi sering aku lihat berlalu lalang di kampus. Ada yang berubah dari mereka. Tampilannya lebih alim dan rapi. Yang perempuannya pun berpenampilan sopan alias tidak berbaju lepet. Sangat berbeda dengan kesehariannya di kampus. Mimpi kejatuhan bulan kali mereka.. bisa berubah secepat itu.
Ingatanku kembali. Aku berandai-andai jika para pemuda tanggung dan para aktivis KAMMI berkumpul dalam satu tempat. Tidak dengan aktivis perempuannya, tetapi cukup dengan aktivis laki-lakinya. Pasti terlihat kontras. Yang satu berpenampilan lusuh dan kumal sedangkan yang lain terlihat rapi. Andai mereka duduk bersebelahan, kemudian ada orang awam datang dan hendak bergabung, pasti mereka akan memilih duduk berdekatan dengan para aktivis KAMMI. Ingin tahu alasannya? Tanya kenapa. By the way, saat awal-awal mengenal KAMMI melalui para aktivis lelakinya (aku kan ga banyak bergaul dengan yang perempuannya), selain diajarkan untuk senantiasa melawan kedzaliman aku pun diajarkan tentang cara berpenampilan yang mengundang simpati. Tetapi bukan diajarkan menjadi lelaki metroseksual yang turun dari planet venus lho. melainkan diajarkan untuk memahami bahwa penampilan adalah bagian dari dakwah. Berpenampilan trendi bukan untuk sekedar menarik simpati, tetapi karena tanggung jawab sebagai penyeru kebenaran.
Nahnu du’at qabla kulli syai’in. kata pembicara saat ta’lim (MK I) KAMMI saat itu. Pandangan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda. Ikon iklan lawas ini kembali menjadi sebuah semacam pembenaran dari pembicara taklim saat itu. Sang pembicara melanjutkan, bahwa dakwah ini menginginkan kita menjadi seorang da’I sebelum kita melakukan apapun. Masyarakat disekitar kita harus bisa mengenali kita sebagai da’I sebelum kita bergerak mengajak mereka. Awalnya aku tidak terlalu memperdulikan. Dalam berpenampilan, aku sendiri lebih senang memakai pakaian yang simple seperti kaos daripada memakai kemeja (bahkan sampai sekarang lho).

Identitas
Jika hari ini kita mengadakan survei kepada para mahasiswa tentang apa yang mereka ketahui tentang KAMMI dan para aktivisnya. Jawabannya tidak jauh dari si tukang demo, laki-lakinya banyak yang memlihara jenggot, perempuannya berpakaian longgar dan berjilbab lebar.
Imej tersebut telah menjadi identitas bagi KAMMI dan para aktivisnya. Identitas ini bukan hal yang buruk dan tidak mesti dirubah. Kecuali beberapa kekurangan yang juga mesti dibenahi. Identitas kita adalah citra diri kita. Meski aku juga pernah mendengar kalimat Don’t Buy a Book With a Cover, namun kebanyakan masyarakat disekitar kita masih menilai seseorang dari sesuatu yang melekat pada tubuh kita.
Salahkah mereka? Mungkin juga tidak. Karena sebagai da’I, kita dituntut untuk senantiasa memperhatikan semua hal yang ada pada diri kita. Termasuk pakaian dan penampilan. Bukankah ketika Rasulullah mengutus salah seorang sahabat ke Madinah (Yatsrib), yang dia utus adalah Mus’ab bin Umair. Dia dikenal sebagai salah seorang pemuda yang dikaruniai wajah yang tampan, cerdas dan juga berasal dari keluarga yang cukup berada. Untuk ukuran saat itu, mungkin tampilannya termasuk sudah trendi. Sebelum masuk Islam, kehadiran Mus’ab selalu dinanti para gadis kota Mekkah yang ingin memandang pujaan hatinya. Penampilannya senantiasa mencerminkan kepiawaian dan kecerdasannya.
Sebagai seorang aktivis dakwah, kita bukan hanya milik kalangan sendiri. Tetapi kita adalah milik umat. Tentu kita menginginkan umat selalu memperhatikan kita. Agar senantiasa diperhatikan tentu kita harus tampil semenarik mungkin (tentunya tanpa mengesampingkan syari’at). Masih terjadi di sebagian aktivis KAMMI ketidak pede-an menyandang gelar seorang da’i. Jika kebathilan saja berani dan lantang menggemakan suaranya, mengapa kita tidak. Tengoklah para pemuda yang aku temui di perempatan Ciceri tadi. Mereka tidak peduli dengan tatapan para pejalan. Mereka tetap percaya diri dengan tampilan mereka, padahal sebenarnya identitas mereka telah tergadai oleh mode. Lalu bagaimana dengan kita? Jangan-jangan untuk mengakui bahwa kita anggota KAMMI saja kita masih malu. Wallahu a’lam. (Maret 2006)

Bila Aku Jatuh Cinta

Ya Allah, jika aku jatuh cinta,cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu,agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta,jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-MuYa Allah, jika aku jatuh hati,izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu,agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.Ya Rabbana, jika aku jatuh hati,jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu,rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.Ya Allah, jika aku rindu,jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu,jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu,jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.Ya Allah Engaku mengetahui bahawa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah berpadu dalam membela syariat-Mu.Kukuhkanlah Ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan Nur-Mu yang tiada pernah pudar.Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.(As-Syahid Syed Qutb)