Oleh : M. Afzan
Mempelai Sang Dajjal adalah Ketegaran, Kesabaran, Keberanian, Pengkhianatan, Pelecehan nilai-nilai Kemanusiaan dan Hancurnya hak asasi manusia.
Novel setebal 596 halaman ini berkisah tentang sebuah sejarah kelam yang dialami Gerakan Islam Ikhwanul Muslimin pasca revolusi di Mesir. Sejarah kelam yang merobek rasa kemanusiaan dan kehormatan manusia. Setiap orang yang menjadi pengikut atau orang yang dicurigai menjadi pengikut gerakan ini hidup dalam sebuah penjara besar bernama Negara Mesir. Mereka hidup dalam intaian mata-mata pemerintah yang selalu siap menculik dan membunuh mereka kapanpun mereka mau.
Novel sejarah ini bercerita tentang orang-orang yang dituduh hendak berbuat makar kepada Pemerintahan Gamal Abdul Naser. Sebuah tuduhan yang tidak beralasan, karena sejarah mencatat bahwa Ikhwanul Muslimin juga adalah bagian dari Revolusi yang menggulingkan pemerintahan sebelumnya. Sungguh kekuasaan adalah salah satu bagian dari fitnah dunia yang akan senantiasa melenakan manusia. Dan korban dari kekuasaan tersebut dicobakan kepada Ikhwan.
Tersebutlah seorang bernama Athwa Al-Malwani, Letnal Kolonel yang mempunyai kekuasaan sangat besar dan berkuasa melakukan apapun yang dia mau terutama ketika berada di Penjara militer. Kegemarannya setiap hari adalah melumatkan kulit dan daging para tahanan. Tahanan yang tersalah karena kesalahan yang tidak pernah dilakukan.
Diceritakan pula tentang seorang gadis cantik bernama Nabila yang kesehariannya bekerja sebagai guru sejarah disebuah sekolah dasar putri. Nabila bukan orang yang suka dengan politik. dia lebih suka hidup dalam zona nyaman dan mendukung terjadinya revolusi dengan segudang kepahlawanan para pelakunya. Kesehariannya dihabiskan dengan mengajar, membaca buku, mendengarkan musik, menonton film serta berjalan-jalan ketempat-tempat kesukaannya. Dan sebagai gadis cantik yang mempunyai wawasan yang luas setiap orang menaruh simpati dan hormat kepadanya. akan tetapi hidupnya mulai berubah setelah ia mengenal Letkol Athwa Al-Malwani dan kemudian bertunangan dengannya.
Letkol Athwa senantiasa mendapatkan segala keinginannya apapun cara yang harus ditempuh sekalipun harus mengorbankan nyawa manusia. Letkol Athwa diceritakan sebagai orang yang mempunyai kepribadian ganda. Disatu sisi ia adalah seorang perwira yang haus darah sehingga disebut dajjal abad 20 diantara para tahanan. Dilain waktu ia adalah orang yang dikenal bersih dikalangan masyarakat Mesir dengan kemampuannya menjilat dihadapan penguasa.
Cerita tentang keindahan sungai nil dan ribuan menara seakan terhapus dengan kengerian dan kebiadaban penjara militer dan kantor Badan Intelejen. Ratusan orang setiap hari masuk dalam Penjara Militer karena tuduhan yang tidak pernah dilakukan. Para sipir dan perwira polisi kerap mengganting terbalik para tahanan demi untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Padahal mereka tahu bahwa informasi dan tuduhan itu hanyalah akal-akalan mereka untuk menghancurkan Ikhwanul Muslimin dari Negara Mesir. Ikhwanul Muslimin menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Penguasa saat itu, sehingga Organisasi tersebut dilarang untuk hidup di Mesir dan para pengikutnya ditangkap dan dihukum dengan alasan yang tidak jelas.
Tetapi Allah Maha Adil. Ditengah fitnah yang dituduhkan kepada Ikhwanul Muslimin, Allah mengutus seseorang untuk menyuarakan kebenaran dan membongkar kebiadaban yang terjadi di Penjara Militer. Kebiadaban yang oleh penulis dikatakan tidak pernah terjadi pada masa penjajahan Inggris. tetapi justru malah dilakukan oleh saudara mereka sendiri.
Nabila seakan menjadi setitik embun yang menjadi penghilang dahaga keputus asaan para tahanan yang berada dalam batas hidup dan mati tidak terlihat jelas. Kepekaannya terhadap penderitaan terlihat sejak dia bertemu dengan Salwa dipenjara. Salwa yang ditangkap karena tidak mau menyerahkan suaminya yang dicari oleh aparat disiksa dengan sedemikian keji dan tanpa prikemanusiaan. Tubuhnya hancur dan penuh dengan darah akibat cambukan dan gigitan anjing-anjing lapar. Nabila terhenyak dan seakan mendapatkan suatu dunia yang tidak pernah mampir dalam benak maupun dalam mimpinya. Dunia yang tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan dan menganggap rendah harga nyawa manusia. Salwa seakan menjadi pintu untuknya memulai hidupnya di dunia baru.
Ditengah kebimbangan dunianya, Nabila juga bertemu dengan dr. Salim yang memberinya pencerahan jiwa akan kondisi politik yang terjadi. Kenyataan yang diluar kesadarannya selama ini mulai berputar dalam otaknya dan kemudian menjadi sebuah perenungan panjang untuk memulai sebuah dunia untuk mengungkap kebenaran.
Nabila sadar keterlibatannya dalam politik tingkat tinggi bisa menyebabkan jiwanya terancam, tetapi kesadaran akan kebenaran mengantarkannya pada sebuah persaudaraan erat yang penuh dengan keikhlasan dan mampu membawanya untuk menyuarakan kenyataan yang terjadi di Mesir. Dan Nabila harus membayar mahal perjuangannya dengan kepergiannya ke Kuwait atas bantuan dr. Salim. Begitulah perjuangan selalu akan beriringan dengan pengorbanan pejuangnya.
Dengan segala kepedihan dan heroisme Novel ini, ada beberapa yang patut menjadi catatan. Diantaranya mengenai kesalahan ketik huruf dibeberapa halaman tiap bab. Kemudian tentang dr. Salim yang munculnya dalam novel ini terasa sebagai pelengkap. Serta tentang kejelasan status dr. Salim apakah ia anggota Ikhwan atau bukan karena pada beberapa bagian cerita pada novel ini, ia tidak menolak ketika Nabila memegang tangannya dan juga pundaknya. Jika dia anggota Ikhwan rasanya menjadi sesuatu yang janggal andai ia melakukan hal tersebut.
Meskipun begitu alur yang dibuat oleh Najib Kailani mengalir lancar. Melompat dari satu bagian cerita ke bagian cerita yang lain yang seperti tidak mempunyai keterkaitan. Tetapi Najib Kailani meramunya menjadi sebuah cerita yang saling melengkapi antar kejadian.
Novel setebal 596 halaman ini berkisah tentang sebuah sejarah kelam yang dialami Gerakan Islam Ikhwanul Muslimin pasca revolusi di Mesir. Sejarah kelam yang merobek rasa kemanusiaan dan kehormatan manusia. Setiap orang yang menjadi pengikut atau orang yang dicurigai menjadi pengikut gerakan ini hidup dalam sebuah penjara besar bernama Negara Mesir. Mereka hidup dalam intaian mata-mata pemerintah yang selalu siap menculik dan membunuh mereka kapanpun mereka mau.
Novel sejarah ini bercerita tentang orang-orang yang dituduh hendak berbuat makar kepada Pemerintahan Gamal Abdul Naser. Sebuah tuduhan yang tidak beralasan, karena sejarah mencatat bahwa Ikhwanul Muslimin juga adalah bagian dari Revolusi yang menggulingkan pemerintahan sebelumnya. Sungguh kekuasaan adalah salah satu bagian dari fitnah dunia yang akan senantiasa melenakan manusia. Dan korban dari kekuasaan tersebut dicobakan kepada Ikhwan.
Tersebutlah seorang bernama Athwa Al-Malwani, Letnal Kolonel yang mempunyai kekuasaan sangat besar dan berkuasa melakukan apapun yang dia mau terutama ketika berada di Penjara militer. Kegemarannya setiap hari adalah melumatkan kulit dan daging para tahanan. Tahanan yang tersalah karena kesalahan yang tidak pernah dilakukan.
Diceritakan pula tentang seorang gadis cantik bernama Nabila yang kesehariannya bekerja sebagai guru sejarah disebuah sekolah dasar putri. Nabila bukan orang yang suka dengan politik. dia lebih suka hidup dalam zona nyaman dan mendukung terjadinya revolusi dengan segudang kepahlawanan para pelakunya. Kesehariannya dihabiskan dengan mengajar, membaca buku, mendengarkan musik, menonton film serta berjalan-jalan ketempat-tempat kesukaannya. Dan sebagai gadis cantik yang mempunyai wawasan yang luas setiap orang menaruh simpati dan hormat kepadanya. akan tetapi hidupnya mulai berubah setelah ia mengenal Letkol Athwa Al-Malwani dan kemudian bertunangan dengannya.
Letkol Athwa senantiasa mendapatkan segala keinginannya apapun cara yang harus ditempuh sekalipun harus mengorbankan nyawa manusia. Letkol Athwa diceritakan sebagai orang yang mempunyai kepribadian ganda. Disatu sisi ia adalah seorang perwira yang haus darah sehingga disebut dajjal abad 20 diantara para tahanan. Dilain waktu ia adalah orang yang dikenal bersih dikalangan masyarakat Mesir dengan kemampuannya menjilat dihadapan penguasa.
Cerita tentang keindahan sungai nil dan ribuan menara seakan terhapus dengan kengerian dan kebiadaban penjara militer dan kantor Badan Intelejen. Ratusan orang setiap hari masuk dalam Penjara Militer karena tuduhan yang tidak pernah dilakukan. Para sipir dan perwira polisi kerap mengganting terbalik para tahanan demi untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Padahal mereka tahu bahwa informasi dan tuduhan itu hanyalah akal-akalan mereka untuk menghancurkan Ikhwanul Muslimin dari Negara Mesir. Ikhwanul Muslimin menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Penguasa saat itu, sehingga Organisasi tersebut dilarang untuk hidup di Mesir dan para pengikutnya ditangkap dan dihukum dengan alasan yang tidak jelas.
Tetapi Allah Maha Adil. Ditengah fitnah yang dituduhkan kepada Ikhwanul Muslimin, Allah mengutus seseorang untuk menyuarakan kebenaran dan membongkar kebiadaban yang terjadi di Penjara Militer. Kebiadaban yang oleh penulis dikatakan tidak pernah terjadi pada masa penjajahan Inggris. tetapi justru malah dilakukan oleh saudara mereka sendiri.
Nabila seakan menjadi setitik embun yang menjadi penghilang dahaga keputus asaan para tahanan yang berada dalam batas hidup dan mati tidak terlihat jelas. Kepekaannya terhadap penderitaan terlihat sejak dia bertemu dengan Salwa dipenjara. Salwa yang ditangkap karena tidak mau menyerahkan suaminya yang dicari oleh aparat disiksa dengan sedemikian keji dan tanpa prikemanusiaan. Tubuhnya hancur dan penuh dengan darah akibat cambukan dan gigitan anjing-anjing lapar. Nabila terhenyak dan seakan mendapatkan suatu dunia yang tidak pernah mampir dalam benak maupun dalam mimpinya. Dunia yang tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan dan menganggap rendah harga nyawa manusia. Salwa seakan menjadi pintu untuknya memulai hidupnya di dunia baru.
Ditengah kebimbangan dunianya, Nabila juga bertemu dengan dr. Salim yang memberinya pencerahan jiwa akan kondisi politik yang terjadi. Kenyataan yang diluar kesadarannya selama ini mulai berputar dalam otaknya dan kemudian menjadi sebuah perenungan panjang untuk memulai sebuah dunia untuk mengungkap kebenaran.
Nabila sadar keterlibatannya dalam politik tingkat tinggi bisa menyebabkan jiwanya terancam, tetapi kesadaran akan kebenaran mengantarkannya pada sebuah persaudaraan erat yang penuh dengan keikhlasan dan mampu membawanya untuk menyuarakan kenyataan yang terjadi di Mesir. Dan Nabila harus membayar mahal perjuangannya dengan kepergiannya ke Kuwait atas bantuan dr. Salim. Begitulah perjuangan selalu akan beriringan dengan pengorbanan pejuangnya.
Dengan segala kepedihan dan heroisme Novel ini, ada beberapa yang patut menjadi catatan. Diantaranya mengenai kesalahan ketik huruf dibeberapa halaman tiap bab. Kemudian tentang dr. Salim yang munculnya dalam novel ini terasa sebagai pelengkap. Serta tentang kejelasan status dr. Salim apakah ia anggota Ikhwan atau bukan karena pada beberapa bagian cerita pada novel ini, ia tidak menolak ketika Nabila memegang tangannya dan juga pundaknya. Jika dia anggota Ikhwan rasanya menjadi sesuatu yang janggal andai ia melakukan hal tersebut.
Meskipun begitu alur yang dibuat oleh Najib Kailani mengalir lancar. Melompat dari satu bagian cerita ke bagian cerita yang lain yang seperti tidak mempunyai keterkaitan. Tetapi Najib Kailani meramunya menjadi sebuah cerita yang saling melengkapi antar kejadian.
Akhirnya, sesungguhnya Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-hamba-Nya sendiri. Mihnah-mihnah yang terjadi pada Ikhwan telah menjadi pembuka akan kebobrokan pemimpin-pemimpin negara-negara Islam. Bahwa mereka tidak pernah rela Islam dan orang-orang ikhlas menjadi pemimpin. Keinginan mereka melenyapkan Ikhwan dari bumi Mesir dan sejarah dunia tidak pernah terjadi. Bahkan yang terjadi sebaliknya. Banyak gerakan Islam kontemporer menjadikan Ikhwan sebagai rujukan pergerakannya. Dan Ikhwan sendiri tetap eksis hingga saat ini bahkan hampir disetiap negara. Wallahu a’lam. (03 Februari 2007)