Monday, February 5, 2007

Membangun Peradaban

Oleh : M. Afzan
Dikota Mesir pada zaman penjajahan Inggris, terdapatlah seorang Kepala Pasukan dari Tentara Inggris. Pada suatu hari, kepala pasukan tersebut berjalan-jalan ke sekitar kota Mesir, di sebuah lapangan luas dia melihat tiga orang tukang batu yang sedang bekerja. Melihat ketiganya dia menjadi tergerak untuk bertanya akan semangat kerja para tukang batu tersebut.
Kemudian dia menghampiri tukang batu pertama, seraya bertanya : “Wahai orang Mesir apa yang sedang engkau lakukan ?” tukang batu itu pun menjawab : “Tidakkah tuan lihat aku sedang mengangkat batu, memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain.” Kemudian berlanjutlah pembicaraan mereka.
Setelah selesai dengan Tukang batu pertama, Kepala Pasukan Inggris itupun menghampiri tukang batu yang kedua, dan berkata : “Wahai orang Mesir apa yang sedang engkau lakukan ?”. “Aku sedang membuat sebuah Piramid !” Jawab sang tukang batu kedua. Dan setelah itu percakapanpun berlanjut.
Lalu datanglah Kepala Pasukan Inggris tersebut kepada tukang batu yang terakhir. “Wahai orang Mesir, apa yang sedang engkau lakukan ?” tanyanya. “Aku sedang membangun sebuah peradaban !!” jawabnya dengan bangga. Semakin terkesanlah kepala pasukan Inggris tersebut terhadap para tukang batu tersebut.
Ketahuilah, tukang batu pertama hanya mengutamakan kerja dengan hasil sesaat, yang hidup dengan tanpa visi, dia hanya berpikir tentang apa yang ada dihadapannya atau yang sedang dia hadapi saja tanpa memikirkan apa yang akan dia hadapi di masa depan.
Tukang batu yang kedua, mungkin sedikit lebih jauh berpikir meskipun masih parsial. Batu yang ia bawa memang sedang di buat sebuah bangunan piramid namun dia tidak pernah berpikir akan menjadi apakah piramid sedang dia bangun. Orientasinya hanya terhadap hal-hal yang kasat mata tanpa bisa membaca tanda-tanda zaman.
Sedangkan tukang batu yang ketiga adalah tampilan sang manusia perencana yang hidupnya penuh dengan visi akan kehidupan. Dia mencoba menangkap apa yang ada di luar pikirannya dengan mengatakan bahwa dia sedang membangun sebuah peradaban, meski dia tidak pernah bisa tahu apakah yang dia katakan akan menjadi kenyataan ataukah tidak. Tetapi dengan sebuah keoptimisan seluruh potensinya dia coba curahkan untuk pekerjaannya yang dia yakini akan menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakatnya.
Ilustrasi di atas bukanlah sesuatu yang istimewa, tapi cobalah kita cermati perjalanan hidup kita selama ini, lalu bayangkanlah kita berada di posisi tukang batu yang ditanya oleh orang lain : “Apa yang sedang engkau lakukan ?” Apa yang akan kita jawab ?. akankah jawaban kita sama dengan tukang batu pertama, kedua ataukah yang ketiga.
Kita sudah sering diajarkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Maka sebuah kerugian yang besar jika kehidupan ini tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Pemanfaatan hidup ini tentu bukan untuk tujuan jangka pendek –meski umur hidup kita pendek– karena umur kehidupan pasti melebihi umur hidup kita dan tujuan hidup akan selalu hidup sampai kehidupan ini berakhir.
Hidup di dunia ini tentu akan terasa menarik dan punya makna ketika kita punya tujuan hidup. Tujuan yang ingin dicapai oleh pribadi ataupun masyarakat kita. Laksana sang tukang batu ketiga di atas, tujuan pekerjaannya bukan hanya mewakili keinginan masa depan pribadinya tetapi juga masa depan masyarakatnya. Bukankah Piramid di Mesir telah menjadi kebanggaan bangsa Mesir dan dunia Islam.
Beruntunglah kita dilahirkan di lingkungan Islam, sehingga kita telah tahu Islam sejak kita dalam buaian, namun akan lebih beruntung lagi orang-orang yang menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Seorang Muslim senantiasa bepikir dan melihat jauh ke depan melampaui keterbatasan inderanya. Seorang muslim senantiasa berpikir untuk menjadikan apapun yang dikerjakannya akan menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakatnya di kemudian hari meski sesuatu yang dikerjakannya tidaklah nilai besar. Firman Allah SWT.
“Bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuanmu.” (Q.S. At-Taghabun : 16)
Allah mengetahui keterbatasan kita sebagai manusia dan dalam keterbatasan itulah Allah ingin kita ber(mengaplikasikan) Islam dalam semua sisi kehidupan, dan bukan mengaplikasikan Islam di satu hal namun menolak ajaran Islam di sisi yang lain.
Seluruh umat Islam sudah mengetahui bahwa ajaran Islam bukan hanya dalam hal ibadah mahdhah saja namun mencakup semua wilayah kehidupan, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan pertahanan dan keamanan. Namun, dalam mengaplikasikannya umat Islam sendiri masih cenderung bersifat parsial contohnya ajaran Islam hanya diaplikasikan dalam hal-hal tertentu saja. Contoh lainnya adalah masih ada sebagian umat Islam yang menganggap bahwa pengaplikasian nilai-nilai Islam hanya milik satu dua orang atau milik organisasi/institusi tertentu. Padahal ketika kita mengaku sebagai umat Islam, maka sesungguhnya secara otomatis kita telah terikat dalam nilai-nilai atau syari’at Islam itu sendiri.
Contoh yang sering terjadi di masyarakat Islam yang lain adalah seringnya mereka mengambil contoh ataupun rujukan pemikiran dari orang-orang non Islam padahal di tubuh umat Islam sendiri masih banyak yang bisa dijadikan rujukan, baik itu sejak zaman nabi, sahabat maupun sampai zaman sekarang. Karena Islam tidak pernah kehabisan putra-putri terbaiknya dalam menghiasi sejarah dunia.
Kita harus pahami bahwa ajaran Islam diturunkan bukan untuk mengekang atau hanya mengatur umat Islam saja, tetapi justru ajaran Islam diturunkan untuk menjaga eksistensi kehidupan manusia itu sendiri tidak perduli apakah ia Islam atau bukan. Islam adalah agama langit namun bukan berarti ajarannya adalah sesuatu yang mengawang-awang dan sulit diterapkan atau bahkan diperuntukkan hanya bagi orang-orang suci saja. Justru laksana langit yang menaungi seluruh alam, maka ajaran Islam pun diturunkan untuk menaungi semua umat manusia di dunia. Dan setiap manusia yang mengaku dirinya Islam (tidak peduli siapa dan dimana) berkewajiban untuk membumikan ajaran Islam di dalam kehidupan. Dan ketika ajaran Islam telah berhasil dibumikan oleh masyarakat Islam (yang sebelumnya telah berhasil membentuk pribadi-pribadi Islam) maka akan terciptalah kembali peradaban manusia Islam.
Setiap muslim yang beniat membentuk masyarakat Islam, semuanya bermuara pada pembentukan peradaban manusia. Sejak awal Islam sudah berusaha membina dan membentuk manusia untuk menjadi manusia peradaban yang layak menjadi warga global. Sebab dengan memiliki manusia global ini tujuan untuk membentuk masyarakat Islam akan tercapai. Contoh konkretnya adalah para generasi Islam pertama. Satu persatu manusia yang ada di sekitar Rasulullah saw berubah. Mereka semua mengalami proses rekonstruksi visi dan pandangan hidup tentang Tuhan, tentang diri mereka sendiri sebagai manusia, tentang alam raya serta tentang misi kehidupan mereka. Dan hal itu telah menjadi awal perubahan besar dimana saat itu jazirah Arab dipenuhi manusia-manusia besar yang siap memimpin dunia.
Dari masyarakat yang kebanyakan buta aksara dan budaya inilah banyak lahir pemikir, ilmuwan, ekonom, politikus, pejuang, entrepreneur, ahli bahasa, ahli hukum, intelejen dan sebagainya. Siapakah yang mampu mengubah masyarakat Arab waktu itu. Islamlah yang mampu mengubah mereka. Islam telah merekonstruksi mereka menjadi manusia-manusia baru yang penuh dengan semangat rabbaniyah untuk membangun sebuah peradaban.
Dan jika kita menginginkan peradaban Islam kembali pada kondisi sekarang maka kita harus memulai kembali mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam yang telah kita pelajari, dan jangan menyimpannya sebagai pengetahuan belaka. Kita bisa memulainya dengan hal-hal kecil disekitar kita. Dan biarkan setiap orang bekerja (berjuang) dengan kemampuan yang dimilikinya. Biarkan Ekonom Islam memperbaiki umat dari sisi ekonomi, biarkan juga para politisi Islam berjuang di dalam parlemen. Atau para professional lainnya. Selagi tujuan dan visi kita sama hal tersebut jangan dijadikan sebuah perpecahan, justru harus dijadikan sebuah kekuatan.
Peradaban Islam bukanlah keinginan yang mustahil untuk direalisasikan kembali. Karena ajaran Islam tidak mengenal sekat waktu –meski ia diturunkan sekitar 14 abad yang lalu- ajarannya akan selalu bisa kita kondisikan dengan setiap keadaan. Seperti yang dikatakan oleh Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Zilal Al-Qur’an bahwa peradaban Islam akan kembali menguasai dunia manakala pribadi-pribadi muslim seperti generasi Islam awal telah tercipta kembali. Dan sebagai umat Islam kita wajib menyambut kembalinya peradaban Islam dengan mempersiapkan diri untuk menjadi pribadi-pribadi Islam yang kemudian membentuk masyarakat Islam.
Kita harus yakini bahwa seorang manusia muslim adalah seorang pembelajar sejati yang hidupnya senantiasa bukan digantungkan untuk tujuan jangka pendek namun juga untuk kehidupan esok hari yang bisa melampaui batas usianya. Tujuan hidupnya adalah keridhoan Allah, visi hidupnya adalah membangun peradaban Islam yang telah dihancurkan oleh musuh-musuh Islam. Saudaraku, kini saatnya menyongsong kembali kebangkitan Islam !! Qul Bi Fakhrin bianna Muslimuun !!!.

Kupersembahkan untuk seluruh saudaraku,
Yang senantiasa berjihad di jalan-Nya
Raihlah kemenangan seiring dengan pekikan takbir

Referensi :

1. H.M. Anis Matta, Lc., Model Manusia Muslim, Pesona Abad Ke-21, PT Syamil Cipta Media, Bandung, 2002.
2. H. Toto Tasmara, Transdental Intelegence (Kecerdasan Ruhaniah), Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
3. Sayyid Quthb, Tafsir fi Zilal Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2003Hasan Al-Banna, Memoar Hasan Al-Banna, Untuk Dakwah dan Para Dainya, Era Intermedia, Solo, 2000.

No comments: