Puzzle Reformasi, sebuah kumpulan tulisan tentang reformasi. Karya keroyokan 23 orang aktifis kuterima sore ini. Bukan dikasih tetapi dibeli, tempo bulan depan baru dibayar. Bagiku buku ini terasa istimewa bukan karena isinya, tetapi karena penulisnya. Ya penulisnya, mereka adalah para aktivis dengan embel-embel kata dakwah kampus dibelakangnya. Mereka yang saat Reformasi membahana di Indonesia, masih memakai seragam putih biru dan didominasi dunia merah jambu Dan mungkin merasakan heroisme reformasi dari cerita para senior atau dari berkas-berkas yang terserak.
Puzzle Reformasi, berangkat dari sebuah idealisme dan romantika perubahan. Berawal dari mimpi kehidupan yang memenuhi relung hati. Mencurahkan pikiran untuk hidup yang lebih baik. Tidak ada lagi nestapa yang terdengar mengiris jiwa. Untuk perubahan demi menyongsong masa depan secerah pagi.
Teringat enam tahun lalu, membangun (kembali) pondasi dakwah kampus yang sempat terpuruk. Bermodal semangat untuk kehidupan kampus yang lebih baik. Begitu sulitnya melihat mahasiswa menenteng al-Quran dan melihat mahasiswi berjilbab rapi. Seakan semua itu hanya ada dalam mimpi. Aktifis dakwah pun masih bisa dihitung dengan jari, bahkan kalah jumlah dengan penulis Puzzle Reformasi.
Aku pernah bermimpi, dakwah akan memasuki setiap sendi kehidupan kampus. Tidak ada lagi hura-hura dan kemubadziran. Suasana Ruhiyah, fikriyah dan Harakiyah menjadi nafas kampus ini. Kehidupan kampus selalu diramaikan dengan majelis-majelis dzikir dan fikir, yang akan mampu melahirkan tokoh-tokoh pembaharu ditengah-tengah kegersangan ummat.
Teringat kisah penaklukkan Konstantinopel. Penaklukkan yang berawal dari sebuah mimpi yang terwariskan selama 8 abad lamanya. Mimpi yang dilontarkan Rasulullah saat perang Ahzab bersama turunnya surat Ar-Ruum ditengah-tengah umat. Mimpi yang membuat Yahudi dan Musyrikin tertawa membahana. Seraya mengejek bahwa mimpi itu adalah milik orang gila.
Mungkin aku dan pemilik mimpi dakwah kampus ini juga dianggap orang gila. Mimpi yang akan berakhir dengan sia-sia. Mimpi yang tidak akan pernah terwujud sampai kapanpun bahkan hingga aku menutup usia. Tapi tahukah bahwa sebagian mimpi itu sudah menjadi kenyataan. Dan hanya tinggal menunggu hari kemenangan itu akan datang.
Hingga saat ini mimpi itu masih kumiliki. Dan aku tidak ingin mimpi ini mati bersama perginya aku dari kampus ini. Aku ingin mimpi ini terwariskan kepada siapapun yang menginginkan dakwah menjadi nafas kehidupan. Aku ingin mimpi dakwah tetap abadi bersama umur para penyerunya. Dan akan terus terwariskan hingga dunia ini menutup senja.
Wajah-wajah tulus kupandang lekat pada sampul buku Puzzle Reformasi. 23 orang, jumlah yang sangat banyak bila dibandingkan dengan 6 tahun lalu. Aku berharap senyum mereka merupakan rindu kemenangan yang mendekati kenyataan. Rindu akan tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Kepada kalianlah mimpi dakwah ingin kuwariskan. Kepada kalian yang juga mempunyai mimpi membumbung tinggi, setinggi langit yang terhampar tanpa tiang. Kepada kalian yang istiqomah dan beriltizam dengan seruan dakwah ini. Seruan yang akan membawa kita kepada derajat tertinggi di hadapan Ilahi.
Bermimpilah setinggi langit yang membiru. Kejarlah mimpi yang terlihat di ujung cakrawala. Tidak ada kata menyerah sebelum jiwa meninggalkan raga. Hanya ada satu kata yang akan terus membahana. Berjuang dan berjuang tiada kenal henti.
Kepada mujahid benteng kebenaran
Selalu rindu akan lahir kejayaan
Kepada pewaris tahta nan gemilang
Menapak tegak menyongsong masa depan
(Izzatul Islam)
Cijawa di penghujung malam, 26 Februari 2007
Puzzle Reformasi, berangkat dari sebuah idealisme dan romantika perubahan. Berawal dari mimpi kehidupan yang memenuhi relung hati. Mencurahkan pikiran untuk hidup yang lebih baik. Tidak ada lagi nestapa yang terdengar mengiris jiwa. Untuk perubahan demi menyongsong masa depan secerah pagi.
Teringat enam tahun lalu, membangun (kembali) pondasi dakwah kampus yang sempat terpuruk. Bermodal semangat untuk kehidupan kampus yang lebih baik. Begitu sulitnya melihat mahasiswa menenteng al-Quran dan melihat mahasiswi berjilbab rapi. Seakan semua itu hanya ada dalam mimpi. Aktifis dakwah pun masih bisa dihitung dengan jari, bahkan kalah jumlah dengan penulis Puzzle Reformasi.
Aku pernah bermimpi, dakwah akan memasuki setiap sendi kehidupan kampus. Tidak ada lagi hura-hura dan kemubadziran. Suasana Ruhiyah, fikriyah dan Harakiyah menjadi nafas kampus ini. Kehidupan kampus selalu diramaikan dengan majelis-majelis dzikir dan fikir, yang akan mampu melahirkan tokoh-tokoh pembaharu ditengah-tengah kegersangan ummat.
Teringat kisah penaklukkan Konstantinopel. Penaklukkan yang berawal dari sebuah mimpi yang terwariskan selama 8 abad lamanya. Mimpi yang dilontarkan Rasulullah saat perang Ahzab bersama turunnya surat Ar-Ruum ditengah-tengah umat. Mimpi yang membuat Yahudi dan Musyrikin tertawa membahana. Seraya mengejek bahwa mimpi itu adalah milik orang gila.
Mungkin aku dan pemilik mimpi dakwah kampus ini juga dianggap orang gila. Mimpi yang akan berakhir dengan sia-sia. Mimpi yang tidak akan pernah terwujud sampai kapanpun bahkan hingga aku menutup usia. Tapi tahukah bahwa sebagian mimpi itu sudah menjadi kenyataan. Dan hanya tinggal menunggu hari kemenangan itu akan datang.
Hingga saat ini mimpi itu masih kumiliki. Dan aku tidak ingin mimpi ini mati bersama perginya aku dari kampus ini. Aku ingin mimpi ini terwariskan kepada siapapun yang menginginkan dakwah menjadi nafas kehidupan. Aku ingin mimpi dakwah tetap abadi bersama umur para penyerunya. Dan akan terus terwariskan hingga dunia ini menutup senja.
Wajah-wajah tulus kupandang lekat pada sampul buku Puzzle Reformasi. 23 orang, jumlah yang sangat banyak bila dibandingkan dengan 6 tahun lalu. Aku berharap senyum mereka merupakan rindu kemenangan yang mendekati kenyataan. Rindu akan tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Kepada kalianlah mimpi dakwah ingin kuwariskan. Kepada kalian yang juga mempunyai mimpi membumbung tinggi, setinggi langit yang terhampar tanpa tiang. Kepada kalian yang istiqomah dan beriltizam dengan seruan dakwah ini. Seruan yang akan membawa kita kepada derajat tertinggi di hadapan Ilahi.
Bermimpilah setinggi langit yang membiru. Kejarlah mimpi yang terlihat di ujung cakrawala. Tidak ada kata menyerah sebelum jiwa meninggalkan raga. Hanya ada satu kata yang akan terus membahana. Berjuang dan berjuang tiada kenal henti.
Kepada mujahid benteng kebenaran
Selalu rindu akan lahir kejayaan
Kepada pewaris tahta nan gemilang
Menapak tegak menyongsong masa depan
(Izzatul Islam)
Cijawa di penghujung malam, 26 Februari 2007
No comments:
Post a Comment